Selasa, 10 Mei 2011

Saya dan Tokoh Sejarah, dari tentara pelajar hingga guru pramuka

Biografi
Drs. H. Sukari, lahir di kota Ambarawa, Jawa Tengah, pada 5 Syawal penanggalan hijriah atau hari Kamis Pon tanggal 21 Maret 1929 pada penanggalan Romawi dan Jawa. Beliau menikah dengan istrinya 50 tahun yang lalu. Pasangan ini dikaruniai 3 orang anak dan 4 orang cucu.Masa kecilnya beliau habiskan di kampung halamannya. Menginjak masa pendidikan, beliau mengenyam pendidikan dasar pertamanya di sebuah sekolah milik Belanda di daerah Kebumen. Menurut Drs. Sukari, pada saat itu sekolah dasar dibagi menjadi dua periode yang masing- masing memiliki tiga tingkat. Atau mungkin sekarang menjadi kelas 1 2 3 dan kelas 4 5 6. Periode pertama hanya diajarkan tentang menggambar, menulis, berhitung, dan membaca. Karena pada masa itu, asalkan seseorang sudah menguasai empat komponen tersebut, maka orang itu sudah dapat membantu orangtuanya bekerja sebagai petani atau berdagang. Seusai lulus periode pertama ini, beliau memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke periode ke dua. Di tingkat ini barulah diajarkan tentang ilmu bumi, ilmu alam, sejarah, dan bahasa. Karena pada zaman itu Indonesia sedang dijajah oleh Belanda, maka Bahasa Belanda pun menjadi mata pelajaran wajib disamping Bahasa Indonesia. Kemudian saat berada di kelas 5, yaitu tahun 1942, Jepang datang ke Indonesia. Dengan menyerahnya pasukan Belanda dan resminya masa kependudukan Jepang, maka Bahasa Belanda pun dihapuskan dan diganti dengan Bahasa Jepang. Di tahun terakhir pendidikan dasarnya, beliau pindah ke sebuah sekolah di daerah Salatiga, sementara rumahnya sendiri masih di Kebumen. Sekolahnya yang baru adalah milik orang Belanda namun khusus untuk orang non-Belanda. Menurut beliau, di sekolah itu kelas enam dibagi menjadi tiga jurusan, yaitu pertanian, perdangan/ekonomi, dan umum. Yang mengambil jurusan umum tentu saja langsung bekerja setelah lulus. Beliau mengambil jurusan umum karena masih ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Memasuki jenjang SMP, beliau pindah rumah ke Surabaya. Alasannya adalah Surabaya dan Salatiga (tempatnya bersekolah) lebih dekat dari pada Kebumen (tempat tinggal sebelumnya) dan Salatiga. Beliau menempun sekolah menengah pertamanya di SMP 2 Ketabang yang masuk setiap harinya pada pukul 6 saat matahari terbit. Sebelum memulai pelajaran, setiap harinya para siswa diharuskan seikere ke arah timur laut, tempat kaisar jepang berada (di Tokyo, Jepang). Peperangan yang terus menerus membuat Jepang mendirikan sebuah pasukan pelajar atau yang lebih dikenal dengan tentara pelajar. Drs. Sukari masuk ke pasukan ini. Menurut beliau, ada hari- hari dimana para tentara pelajar dibawa ke camp tentara untuk diajari cara menggunakan senjata. Tahun 1945, akhirnya Indonesia menyatakan kemedekaannya. Kebetulan saat itu beliau sedang berada di Karang Padang dan mendengar berita tersebut melalu radio. Setelah pengumuman kemerdekaan, tugas dari tentara Jepang adalah merampas senjata- senjata milik tentara Jepang. Selain tentara pelajar, tugas ini juga diemban oleh Keibodan dan Seinendan. Seinenda adalah satuan pertahanan sipil, yang isinya pemuda- pemuda yang sudah tidak bersekolah, sementara Keibodan adalah pertahanan sipil untuk orang- orang yang sudah lebih dewasa. Keibodan dan Seinendan kemudian akan bergabung membentuk laskar-laskar, seperti laskar ansor, dan lain- lain. Tentara pelajar dan laskar- laskar bergabung dalam sebuah gerakan yang dinamakan “Badan Pemberontakan Republik Indonesia” yang dipimpin oleh Bung Tomo untuk melucuti senjata dan menghancurkan markas tentara Jepang. Perlawanan yang paling berat terjadi di Pemerintahan Bala Tentara Jepang di Kantor Gubernur Surabaya. Pejuang dari Republik Indonesia saat itu umumnya hanya bersenjatakan bambu runcing atau senjata yang diambil dari Jepang, sementara di pihak Jepang tentu saja terdapat persenjataan yang lebih lengkap. Pada peristiwa ini beberapa orang pejuang Indonesia gugur dan dikubur di Pemakan Kusuma Bangsa, Surabaya. Akhirnya Jepang menyerah, namun beliau bercerita bahwa tentara Jepang lebih memilih untuk dibunuh menggunakan samurai atau senapan daripada bambu runcing.
Kemudian tentara sekutu datang ke Indonesia dan dipersilahkan masuk ke wilayah kita karena mereka datang dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa. Tentara sekutu yang datang mengaku berasal dari Gurkha dan akhirnya ditampung di SMA 1 Surabaya. Namun ternyata ada juga pasukan sekutu yang datang dengan terjun payung dan mendarat di Sungai Kalibrantas, ternyata pasukan sekutu yang masuk itu berasal dari Belanda. Kemudian dimulailah serangkaian insiden tembak- menembak antara pasuka Indonesia melawan sekutu, bentrokan bersenjata ini memuncak dengan kematian Brigadir Jendral Aubertin Mallaby yang terjadi pada tanggal 30 Oktober 1945, sehari setelah di tandatanganinya gencatan senjata antara pihak Indonesia dan Inggris. Kemudian meletuslah Peristiwa 10 November atau yang dikenal Perang Surabaya.
Beliau baru lulus pada tahun 1947 karena sempat terjadi perang yang membuat sekolah ditiadakan. Kemudian beliau melanjutkan ke sekolah menengah atas di Magelang. Namun tidak lama setelahnya kota Magelang diduduki oleh Sekutu sehingga beliau terpaksa kembali ke Nganjuk. Tahun 1948, terjadi Peristiwa Madiun atau yang lebih dikenal Pemberontakan PKI Madiun. Ketika itu Drs. Sukari sedang naik kereta, namun tiba- tiba dia ditangkap karena statusnya sebagai tentara pelajar. Kemudian beliau ditahan selama beberapa hari di penjara kota Madiun dan seluruh barang bawaannya dirampas kecuali baju yang menempel di tubuhnya saat itu. Namun keberuntungan masih memihak kepada beliau, ternyata di kantung baju tersebut ada kartu tanda pelajar. Kemudian beliau menghadap panglima tentara PKI dan meminta untuk dibebaskan karena statusnya yang masih sebagai pelajar. Akhirnya beliau pun dibebaskan setelah ditahan selama satu minggu. Namun untuk kembali ke Nganjuk, beliau tidak bisa melewati jalan- jalan besar karena khawatir tertangkap PKI lagi, maka beliau pun memutuskan untuk melalui jalur hutan yang berpuluh- puluh kilometer jauhnya. Akhirnya beliau melanjutkan SMA di Nganjuk, tetapi tidak dalam waktu yang lama karena sekutu kembali menyerang. Kali ini, beliau memutuskan untuk tetap tinggal dan masuk ke sekolah untuk guru SD yang didirikan Belanda. Alasan didirikan sekolah ini adalah karena banyak guru yang mengungsi pada saat itu. Akhirnya tahun 1949 dilakukan pengakuan kedaulatan setelah perjuangan panjang. Tahun itu juga diadakan demobilisasi pelajar, jadi para tentara pelajar dapat memilih untuk tetap menjadi tentara pelajar dan nantinya melanjutkan karir militer, atau hanya bersekolah saja. Drs. Sukari memutuskan untuk sekolah saja dan beliau pun melanjutkan SMA di kota Semarang.
Tahun 1952 akhirnya beliau lulus dan pindah lagi ke Surabaya lalu masuk ke Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial, dan Politik Universitas Gadjah Mada cabang Surabaya. Sebenarnya di kota itu ada Universitas Airlangga tetapi hanya ada jurusan kedokteran dan kedokteran gigi. Tahun 1956 beliau lulus menjadi sarjana muda dengan gelar bachelor of law. Sebelum beliau memutuskan untuk melanjutkan kuliah atau bekerja, salah seorang pamannya menawari beliau untuk mengikuti kursus kepanduan di kota London, tepatnya di Gilwell Park. Kursus kepanduan ini awalnya dibuat oleh Robert Baden-Powell. Ada 4 orang dari Indonesia yang dikirimkan kesana. Drs. Sukari adalah yang paling muda diantara mereka. Setelah kembali ke Indonesia, beliau pun memutuskan untuk mengambil gelar di bidang pendidikan jasmani karena bidang tersebut lebih dekat dengan dunia kepanduan. Setelah itu pun beliau mengikuti berbagai tentang kepanduan, seperti cara mendidik anak- anak tentang kepanduan. Beliau kemudian bekerja di departemen pendidikan dan kebudayaan. Pada tahun 1958, departemen pendidikan dan budaya mengadakan kerja sama dengan angkatan udara untuk membentuk olahraga penerbangan, yang direkrut adalah guru- guru pendidikan jasmani yang berminat karena angkatan udara ingin membuat federasi aerosport yang instrukturnya direktrut dari guru olahraga. Beliau pun pergi ke solo untuk sekolah penerbangan selama 6 bulan. Kemudian beliau memberikan kursus- kursus ke seluruh Indonesia setelah itu, khususnya tentang aeromodeling dan pandu udara.
Setelah bekerja sebagai pegawai departemen olahraga dari 1962 sampai 1965, beliau pun memiliki pengalaman kerja di kemiliteran antara lain sebagai instruktur aeromodelling dan terbang layang pada Skadron Pendidikan 011 TNI Angkatan Udara Surakarta, 1960- 1962, menjadi Perwira Pendidikan pada Direktoran Pendidikan Markas Besar TNI Angkatan Udara Jakarta 1965-1970, Kepala Dinas Pembinaan Potensi Dirgantara Komando Pendidikan TNI Angkatan Udara, dan menjadi Dosen Mata Kulia Problem Solving dan Decission Making di Sekolah Staf TNI Angkatan Udara Jakarta dan Lembaga Administrasi Negara dari 1976 sampai pensiunnya pada tahun 1990. Kemudian beliau juga pernah memimpin delegasi Indonesia di World Jamboree Boy Scouts di Jepang, tahun 1970 dan menjadi manager tim terjun paying Indonesia di berbagai lomba baik regional maupun internasional dari tahun 1978 sampai 1980.
Salah satu pengalamannya adalah menjadi instruktur penerjun yang bertugas dalam operasi pembebasan papua barat, dimana Indonesia berkonflik dengan Belanda. Termasuk mengajar Herlina Kasim, penerjun wanita pertama yang menginjakan kaki di Papua.
Setelah pensiun pada tahun 1990, beliau menghabiskan masa tuanya dengan tenang di rumahnya sekarang, sambil tetap melaksanakan hobinya yaitu badminton dan jalan kaki setiap pagi agar tetap sehat.
Berikut adalah tanda penghargaan yang diterima oleh Drs. Sukari:
- Satya Lencana 8 Tahun dari Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia
- Satya Lencana Dwiya Siatha dari enteri Pertahanan Keamanan RI
- Parachuting Award of Royal Thai Army
- Parachuting Award of Chief of Staff Armed Froces of Philippine
- Penghargaan dari Presiden RI
- Pengehargaan dari Kepala Staff TNI Angkatan Udara
- Penghargaan dari Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Catatan: menemukan tokoh sejarah tidak terlalu sulit mengingat beliau adalah kakek penulis dari pihak ayah. Ingatan beliau pun masih tajam dan masih dapat berbicara dengan jelas sehingga penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti



Tidak ada komentar:

Posting Komentar