Selasa, 31 Mei 2011

SAYA DAN ANGOLA: CAPOEIRA DE ONDE É QUE VEIO? EU VIM DE ANGOLA Ê!


Oi!

       Apa yang timbul di benak anda ketika saya menyebutkan kata Angola?  Mungkin hanya suatu negara antah berantah di Afrika atau peserta FIFA world cup tahun sekian. Memang, Angola tidak mempunyai peran yang sebegitu pentingnya bagi percaturan politik dunia secara luas (global), tetapi bagi saya, Angola merupakan tempat yang menarik perhatian saya, karena Capoeira, sebuah beladiri yang berasal dari Brasil ternyata memiliki akar di Angola berupa sebuah tarian yang disebut N’golo dan tarian ini jugalah yang kelak akan melahirkan beladiri lain yang mirip dengan Capoeira di daerah lain, misalnya di Martinique terdapat Ag’ya atau Ladja. Pada artikel ini, izinkan saya sedikit bercerita tentang negara Angola. Republik Angola alias República de Angola adalah sebuah negara di Afrika Barat Daya yang berbatasan dengan Namibia di selatan, Zambia di timur, Republik Demokratik Kongo di utara, serta Samudera Atlantik di sebelah Barat. Angola juga memiliki eksklave yaitu Cabinda, yang berbatasan dengan Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo. Ibukota negara ini adalah Luanda, bahasa resminya adalah Bahasa Portugis dan mata uang negara ini adalah Kwanza.


  
Angola dibagi menjadi 18 provinsi dan 163 kota. Provinsi-provinsi tersebut adalah
  1. Bengo
  2. Benguela
  3. Bié
  4. Cabinda
  5. Cuando Cubango
  6. Cuanza Norte
  7. Cuanza Sul
  8. Cunene
  9. Huambo
  1. Huila
  2. Luanda
  3. Luanda Norte
  4. Luando Sul
  5. Malanje
  6. Moxico
  7. Namibe
  8. Uige
  9. Zaire

     Setiap negara, setiap bangsa bahkan setiap orang pasti memiliki sejarahnya sendiri, tak terkecuali Angola. Kini. saya akan sedikit bercerita tentang sejarah Angola berdasarkan referensi yang saya dapat. Sebagai seorang Indonesia, yang jelas bukan merupakan Angoleiro dan bahkan belum pernah menginjakkan kaki di Angola, saya mohon maaf apabila saya banyak membuat kesalahan disini.
Letak Angola
Pemandangan di Kota Luanda

Periode I: Angola, Perbudakan dan Perdagangan Budak (Abad 15-19 Masehi)

       Hanya sedikit yang dapat ditelusuri dari sejarah Angola sebelum Portugal datang, hanya kedatangan 
imigran Bantu dari utara yang membawa kebudayaan besi pada awal abad masehi. Portugis mendarat di Angola pada abad ke-15 masehi, sekitar tahun 1482 di suatu tempat yang kini berada di Angola Utara, yaitu kerajaan Kongo di utara. Di selatan, terdapat kerajaan lain yaitu Ndongo yang dikuasai oleh raja yang disebut Ngola, yang diperkirakan menjadi asal kata Angola. Ada beberapa wilayah dari negara ini sempat direbut Belanda dari tangan Portugis pada sekitar tahun1641-1648 sampai Portugis berhasil merebutnya. Tujuan awal Portugis menjajah Angola adalah untuk emas. Seiring dengan berkembangnya usaha penanaman Tebu milik Portugis di Amerika Latin, tepatnya di Brasil, Portugis melihat pentingnya penambahan tenaga kerja disana dengan cara “merekrut” budak dari Angola.

         Sedikit tentang perbudakan bangsa Portugis derhadap bangsa Angola di Brazil diceritakan pada lagu “Um dia na senazala” yang berarti “Suatu hari di kuartal budak” yang merupakan lagu digunakan di kalangan Capoeirista (praktisi Capoeira)  sebagai lagu pengiring. Berikut adalah cuplikan liriknya:“Um sofria na senzala sob a vista do coronel, que olhava do sacada como um raio vem do céu…” yang berarti Ia (para budak) merderita di senzala (kuartal budak) di bawah pantauan sang kolonel. Ia melihat dari atas balkon bagaikan petir yang menyambar dari langit…” Maksudnya apabila ada budak yang terlihat malas bekerja, diancam oleh mandor perkebunan yang tampak sebagai kolonel dengan tembakan senapan yang diumpamakan seperti petir. Apa yang membuktikan bahwa mereka bekerja di suatu perkebunan? lirik “Moendo cana e, socando pilão” yang berarti penggilingan tebu, tadorong, kuat-kuat”. Lalu, apa yang membuktikan bahwa mereka datang dari Angola?, Dalam lagu Tindolelê auê Cauiza yang dipakai untuk mengiringi Maculelê, sebuah tarian sekaligus ilmu beladiri yang menggunakan tongkat yang mirip dengan Capoeira, diulang berkali-kali lirik Eu vim de Angola êyang berarti saya datang dari Angola. Perbudakan dapat dianggap selesai pada sekitar abad ke-19, dimana terjadi embargo barat terhadap perdagangan budak dari Angola pada tahun 1836, walaupun dikalangan bangsa Portugis hal ini masih legal sampai 1875. Hal ini menyebabkan pemerintah Portugis berupaya untuk mengadakan perkebunan itu di Angola dengan Kopi, Gula dan Kapas sebagai komoditas utamanya. Selain itu pada 1880-an, terjadi perebutan wilayah-wilayah di Afrika antar kalangan Eropa.


Periode II: Periode Kolonialisasi dan Dekolonialisasi (1885-1975)

       Penguasaan Bangsa Portugis terhadap Angola mendapat pengakuan dari negara-negara di Eropa pada 1880-an, dan perbatasan-perbatasan Angola Portugis dipertegas dengan hasil perundingan di Eropa pada 1891. Pembangunan lebih diintensifkan lagi disana, misalnya dengan diadakannya pembangunan rel dari Luanda ke Malanje, suatu daerah yang terhitung subur di daerah Afrika.

        Dalam periode ini, terjadi beberapa perubahan dari internal Portugal itu sendiri, yaitu berubahnya sistem pemerintahan monarki ke republik pada 1910 dan kemudian pada 1926 Portugal dibawah kepemimpinan diktator militer yang menyebabkan makin ketatnya kendali Portugal di Angola.

       Pada periode ini, tepatnya sekitar1950-1960-an, muncul kelompok-kelompok yang berjuang untuk mengupayakan kemerdekaan Angola. Karena kelompok-kelompok tersebut bersifat kesukuan dan kewilayahan/kedaerahan, terjadi masalah-masalah seperti perebutan kekuasaan, perbedaan ideologi dan lain-lain, yang menyebabkan kelompok-kelompok ini tak jarang berselisih satu sama lain.  Adapun Tiga kelompok yang dominan adalah:
  • Gerakan Populer untuk Kemerdekaan Angola (Movimento Popular da Libertação de Angola, MPLA) yang dibentuk pada 1956 dan dipimpin oleh Agostinho Neto,  memiliki massa yang kuat di Kimbundu dan intelek-intelek berdarah campuran di Luanda, dan memiliki hubungan yang kuat dengan partai Komunis di Portugal dan Blok Timur.
  • Front Nasional untuk Kemerdekaan Angola (Frente Nacional para a Libertação de Angola, FNLA),dipimpin oleh Holden Roberto yang memiliki massa etnis di wilayah Bakongo di utara dan memiliki hubungan dengan Amerika Serikat serta rezim Mobutu di Kinshasa.
  • Persatuan Nasional untuk Kemerdekaan Total Angola (União Nacional para a Indepêndencia Total de Angola, UNITA) berdiri pada 1957 dan dipimpin oleh Jonas Malheiro Savimbi memiliki massa etnis di wilayah Ovimbundu yang dapat dianggap sebagai jantung negara tersebut karena terletak di tengah-tengah negara tersebut dan menjalin kerjasama dengan Republik Rakyat Cina dan Apertheid di Afrika Selatan.
       Selain tiga organisasi tersebut, Portugis juga menghadapi masalah-masalah lain yang mengganggu kelanggengan kekuasaannya di Afrika, seperti pemberontakan dan gerilya yang dilakukan para buruh di perkebunan kapas dan kopi di sana. Bangsa Portugis telah berusaha mempertahankan kekuasaan mereka, misalnya dengan mengirimkan tentara-tentara kolonial ke sana, namun masih saja Portugal mengalami kesulitan menangani itu dan masalah internal di negaranya sendiri hingga pada 1970-an, satu persatu koloni Portugal memerdekakan diri. Angola merdeka pada November 1975.

Periode III: Periode Kemerdekaan (sejak 1957)
        
Bendera Angola
      Sungguh fakta yang menyedihkan, bahwa di balik kemerdekaan Angola dari Portugal, Angola kerap mengalami perang sipil yang disebabkan oleh tiga kelompok yang sebelumnya mempunyai misi yang sama: memerdekakan Angola. Bahkan, perang sipil yang pada masa kolonialisme Portugal telah terjadi menjadi lebih sering terjadi. Semerdekanya Angola, masalah tidak begitu saja hilang. Dalam perebutan terhadap ibukota, MPLA berhasil mengalahkan para pesaingnya. UNITA, yang mengklaim memiliki massa pendukung paling banyak meminta kepada Portugal untuk menyelesaikan tugas terakhirnya sebagai kolonialis untuk mengadakan PEMILU, walaupun Portugis secara cepat meningggalkan Angola dan tidak memikirkan kelompok mana yang berhak untuk meneruskan kekuasaan. Karena MPLA yang didukung oleh Uni Soviet dan Kuba mendeklarasikan kemerdekaan Angola dan menguasai ibukota Angola yaitu Luanda, MPLA secara otomatis berkuasa dan pemimpinnya, Agostinho Neto menjadi Presiden Angola.UNITA dan FNLA kemudian membuat pemerintahan tandingan di Huambo, Benguela. Disinilah mereka mendapat bantuan dari Afrika Selatan di negara tetangganya, Namibia untuk memerangi MPLA yang Marxis.
    
Lambang Negara Angola
  Konflik di Angola kemudian berlanjut menjadi sebuah perang dingin. Amerika Serikat mengirimkan dana ke UNITA dan FNLA dan mendorong keterlibatan Afrika Selatan. Uni Soviet memberikan dukungan serupa dengan MPLA, sementara Presiden Castro, bersemangat untuk menyebarkan komunisme di Afrika, mengirimkan kontingen besar pasukan Kuba ke Angola. Pada awal November 1975 Afrika Selatan dan Kuba bertempur dalam pertempuran di Ebo, dengan kemenangan pada pihak Kuba dan MPLA.

        Keterlibatan Afrika Selatan meningkat selama bertahun-tahun karena situasi di negara tetangga Namibia, dimana kelompok pemberontak SWAPO menerima dukungan dari Angola (MPLA). Dari sudut pandang Afrika Selatan, mempertahankan kendali di Namibia dan memerangi komunisme di Angola adalah satu kesatuan. Namun pada tahun 1988, karena perang dingin sudah terlalu berlarut-larut, kedua belah pihak (Afrika Selatan dan Kuba) akan menarik pasukan mereka dari Angola.Hal ini menyebabkan perang sipil Angola kembali mengecil sebagai urusan internal. FNLA pada akhir 1980-an mundur dari persaingan ini, menyisakan MPLA, yang dipimpin oleh José dos Santos sejak kematian Neto pada tahun 1979, dan UNITA, di bawah kendali pendirinya, Jonas Savimbi sebagai dua pesaing. Dari tahun 1989 ada beberapa upaya oleh dua orang untuk mencapai gencatan senjata. Solusi dibuat lebih mudah ketika MPLA memutuskan untuk membanting setir dari konsep Marxisme-Leninisme dan negara satu partai-nya. Sebuah perjanjian dicapai pada tahun 1991 yang melahirkan sebuah konstitusi baru, penggabungan kedua pasukan yang bersengketa tersebut dan penyelenggaraan pemilu multipartai.

       Pemilihan berlangsung sebagaimana mestinya pada tahun 1992. MPLA memenangkan pemilihan tersebut dengan UNITA di tempat kedua. Savimbi nampaknya tidak dapat menerima kenyataan tersebut Perang saudara pecah lagi, bahkan lebih keras daripada sebelumnya. Selama dua tahun pertempuran, terhitung bahwa sekitar dua juta orang akhirnya jauh dari rumah, alias menjadi pengungsi (20% dari populasi). Lebih dari 20 juta ranjau darat tertanam kala itu.Pada bulan November 1994, di bawah mediasi PBB di Lusaka, perdamaian yang agak goyah” ini disepakati. Ini melibatkan demobilisasi bertahap pasukan UNITA dan partisipasi UNITA dalam pemerintahan sebagai partai politik, dengan Savimbi sebagai wakil presiden Angola. Namun kemajuan masih jauh dari meyakinkan. Demobilisasi tidak berlanjut. Savimbi membatalkan keputusannya untuk melayani Angola sebagai wakil presiden dan UNITA  enggan untuk melepaskan kendali atas daerah yang meliputi tambang berlian. (Sesuai dengan sumber dana kedua kubu, minyak dapat dikatakan secara eksklusif dikuasai MPLA, sementara pertambangan berlian selama ini mendanai UNITA).Perjanjian tersebut dinyatakan batal pada bulan Desember 1998, dan kembali menghadapi perang saudara. Selama tahun 1999, UNITA memegang kendali atas sekitar 75% dari pedesaan, dan membuat para petani yang ketakutan pindah  kota-kota yang dikuasai pemerintah (MPLA)  di mana kelaparan dan penyakit mengancam kehidupan ratusan ribu jiwa. Pada tanggal 22 Februari 2002, Jonas Savimbi, pemimpin UNITA, tewas dalam pertempuran dan gencatan senjata dicapai oleh kedua fraksi. UNITA membubarkan angkatan bersenjatanya dan menerima perannya sebagai partai oposisi utama. Meskipun situasi politik negara itu mulai stabil, Presiden Dos Santos sejauh ini menolak untuk melembagakan proses demokrasi biasa


   Di antara masalah utama Angola adalah krisis kemanusiaan yang serius (akibat perang berkepanjangan), berlimpahnya ladang ranjau, dan tindakan gerakan gerilya yang memprerjuangkan kemerdekaan eksklave utara Cabinda (Frente para a Libertacao do Enclave de Cabinda/FLEC). Pada 1 Agustus 2006, Nota Kesepahaman (MoU) untuk perdamaian dan rekonsiliasi di Provinsi Cabinda dan menyebabkan berakhirnya FLEC sebagai organisasi gerilya yang menuntut kemerdekaan Cabinda.  Meskipun tidak semua fraksi FLEC mendukung kesepakatan damai, nota Kesepahaman ini merupakan langkah penting dalam membawa perdamaian untuk Cabinda.

       Inilah sedikit cerita tentang Angola, suatu negeri yang telah mengalami banyak kepahitan-kepahitan dalam sejarahnya, mulai dari perbudakan hingga perang saudara. Semoga dapat bermanfaat.

Muito Axé


Reza

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar