Minggu, 29 Mei 2011

Saya dan Benda Sejarah

Museum Wayang
Pada hari Sabtu tanggal 29 Mei 2011, saya melakukan kunjungan ke museum wayang dan museum sejarah Jakarta yang berada di kawasan kota tua, Jakarta Pusat bersama teman saya. Di sana kami melihat dan mengamati banyak koleksi dari museum tersebut. Ada tiga koleksi dalam museum yang membuat saya tertarik untuk menjelaskannya, yaitu kapal Caravela buatan portugis yang miniaturnya terdapat di Museum Sejarah Jakarta, lalu Blencong yang merupakan alat penerangan dalam pagelaran wayang yang terdapat di museum wayang, dan logo Jakarta yang dijelaskan dalam Museum Sejarah Jakarta.
CARAVELA
Caravela adalah kapal kecil yang bermanuver tinggi yang dikembangkan pada abad ke 15 oleh orang Portugis untuk menjelajahi wilayah sepanjang pantai Afrika Barat hingga ke Samudera Atlantik. Pada kapal ini terdapat layar lateen yang memberikan kecepatan dan kapasitas untuk berlayar dengan bantuan angina. Caravela banyak digunakan oleh bangsa Portugis untuk perjalanan eksplorasi laut selama abad ke 15 dan 16.
Saya bersama miniatur kapal Caravela
Jenis kapal ini adalah kapal portugis pertama yang berlayar di laut yang bergolak. Panjangnya 20-30 meter dengan lebar dek antara 6 sampai 8 meter. Kapal ini memiliki daya angkut sebesar 80 ton dan dapat membawa awak sebanyak 50-70 awak. Kapal ini memiliki dayung artileri yang dapat digunakan saat keadaan berbahaya.
Awalnya, sampai abad ke-15, Eropa hanya sebatas menggunakan kapal tongkang (Barca) atau balinger (barinel), yaitu kapal kargo kuna yang digunakan mediterania dan dapat menampung beban sekitar 50 sampai 200 ton. Namun, kapal-kapal tersebut sangat rapuh karena hanya disangga dengan satu layar dengan satu tiang penyangga sehingga tidak dapat mengatasi kesulitan untuk mengeksplorasi kea rah selatan karena kuatnya angin, beting, dan arus laut mudah mengganggu kestabilan kapal.
Pada akhirnya, dikembangkanlah kapal Caravela ini berdasarkan perahu nelayan yang dananya disponsori oleh Pangeran Henry sang Navigator dari Portugal dan menjadi kapal favorit diantara penjelajah-penjelajah Portugis. Nama Caravela atau Caravel berasal dari jenis perahu kuno yang dikenal sebagai carabus dalam bahasa latin, καραβος dalam bahasa yunani, dan qārib dalam bahasa arab. Banyaknya sari kata ini menunjukkan kontinuitas dari kapal Caravela ini dari tahun ke tahun. Kapal ini sendiri lebih mudah untuk digunakan dan lebih lincah untuk melakukan eksplorasi. Dengan daya tampung seberat 50-160 ton dan mempunyai satu hingga tiga tiang penyangga dengan layar laten, kapal ini menjadi kapal yang berkelas.
Karena bentuk dan ukuran kapal Caravela yang kecil, kapal ini dapat berlayar ke hulu di perairan pantai yang dangkal. Dengan layar lateen terpasang, kapal ini sangat bermanuver dan dapat berlayar mendekati arah angin, sedangkan dengan tipe layar atlantik persegi terpasang membuat kapal ini melaju dengan cepat. Dilihat dari segi ekonomi, kecepatan, dan ketangguhan membuat kapal ini sebagai kapal layar terbaik pada generasinya. Keterbatasan muatan untuk kargo dan awak menjadi salah satu kelemahannya walaupun tidak menghalangi kesuksesannya.
Eksplorasi dengan menggunakan Caravela biasanya ditujukan untuk perdagangan rempah-rempah dari Portugis dan Spanyol yang pada akhirnya dibuat kapal baru bernama Nau yang notabene lebih besar dan lebih menguntungkan untuk mengadakan perdagangan.
Karena kecepatan beratnya lebih ringan dan dengan demikian lebih tinggi, Caravela adalah anugerah bagi pelaut. Awal mulanya Caravela memiliki dua atau tiga tiang penyangga dengan layar lateen yang kemudian mengalami pengembangan menjadi memiliki empat tiang. Menjelang akhir abad ke-15, Caravela itu mulai dimodifikasi dengan penambahan berbagai suku cadang. Kapal modifikasi inilah yang dipakai oleh Christopher Columbus untuk melaksanakan ekspedisinya pada tahun 1492.
Pada awal abad 16, orang Portugis menciptakan sebuah kapal perang khusus yang berdasar pada rangka kapal Caravela yang bernama caravela redonda. Kapal ini ditugaskan di Brazil dan Hindia Timur. Bentuk modifikasi kapal Caravela ini menyerupai galleon dan diperkirakan kapal inilah yang memicu pertempuran dari kapal galleon. Kapal ini diberi nama Portuguese Man o’ War dan digunakan hingga abad ke 18.
BLENCONG
Sebelum dikenal adanya lampu listrik, maka pertunjukkan wayang kulit menggunakan pelita dengan minyak kelapa dan sumbu dari lawe, atau benang kapas bahan untuk tenun pakaian. Gerak nyala Blencong menimbulkan bayangan wayang menjadi lebih hidup dan Nampak lebih dramatis.
Lampu blencong ini berbentuk macam-macam. Ada yang berbentuk seperti burung Jatayu, ada yang berbentuk seperti celengan dengan sayap kiri dan kanan, dan berbagai macam bentuk lainnya. Blencong terbuat dari kayu berukir ataupun perunggu, dengan lubang di tengah untuk menaruh minyak dan mempunyai sumbu yang menghadap kea rah kelir/layar.
Blencong merupakan alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan wayang di layar. Wayang yang mempunyai cat dasar prada emas akan terlihat lebih hidup. Blencong letaknya di depan layar, di atas Ki dalang duduk bersila. Blencong menggunakan bahan bakar dari minyak kelapa, sehingga cahaya dapat menyala lebih lama, apinya bersi, baunya pun harum dan gurih.
Blencong yang terdapat di Museum Wayang
Filsafan Blencong umpama wahyu kehidupan, atau atma sejati yang menghidupkan segala yang hidup, cahaya blencong umpama cahya sejati. Blencong berasal dari yang Widhi yang tak tergambarkan dalam pagelaran wayang.
Dalang perlu mengecek dan membenahi untuk menarik sumbu blencong agar tidak padam dan sinarnya sesuai dengan kebutuhan pargelaran. Satu alat lain yang namanya sumpit diperlukan untuk menjepit sumbu blencong yang biasanya terbuat dari kain atau kapas yang telah dibentuk seperti tali. Kehati-hatian seorang dalang juga mutlak diperlukan dalam menggunakan sumpit ini, karena percikan api blencong mudah membakar kain yang dikenakan oleh Dalang.
Namun blencong saat ini sudah jarng dipergunakan karena dianggap tidak praktis dan sinarnya kurang terang. Seiring perkembangan zaman, Blencong pun digantikan oleh lampu petromaks. Saat listrik sudah masuk, lampu petromaks pun mulai ditinggalkan dan diganti dengan lampu pijar. Kemudian pula seiring semakin canggihnya teknologi, keberadaan lampu-lampu tadi pun digantikan dengan lampu halogen dengan daya sebesar 1000 watt.
Pada Blencong yang saya temukan di museum wayang di daerah kota tua, benda ini berbentuk seperti ungags dengan kepala sebagai sumber cahayanya. Bahan Blencong ini terbuat dari logam yang sepertinya merupakan perunggu. Di bagian perut ungags ini keluar satu juluran sumbu tali yang merupakan sumbu api dari Blencong ini sendiri. Blencong yang terdapat pada museum wayang ini merupakan pemberian dari Kolonel (Purn) Carel A. Heshusius, yaitu perwira kerajaan Belanda.
Perbandingan dan Penjelasan Logo Jakarta
LOGO JAKARTA
Logo Jakarta yang kita kenal saat ini sebenarnya sudah berkali-kali berubah sesuai zaman. Namun lambang yang akan saya jelaskan adalah  mulai dari tahun 1951. Sejak tahun 1951, Jakarta mempunyai logo baru yang berwarna biru muda gelap yang di dalamnya terdapat gambar tugu proklamasi. Kemudian, logo ini bertahan sampai digantikan oleh logo Jakarta yang baru yang memiliki slogan Jaya Raya yang kita kenal sekarang.
Lambang yang pertama dibuat berdasarkan hasil sayembara 111 pelukis di daerah Indonesia yang dimenangkan oleh pelukis Djadjamarta. Akhirnya, logo ini ditetapkan pada April 1951 dengan rincian sebagai berikut:
·         Sebuah lukisan perisai dengan mahkota Benteng diatasnya sebagai lambang suatu kota, dasar perisai itu berwarna hijau tua yang mengandung arti pergaulan internasional.
·         Ditengah perisai berdiri sebuah tugu berwarna putih sebagai lambang proklamasi kemerdekaan Indonesia
·         Pada kaki tugu sebelah muka digambar peta kepulauan Indonesia berwarna hijau sebagai pernyataan sejarah.
·         Melingkari tugu tersebut karangan padi dan kapas berwarna emas muda sebagai lambang kemakmuran, dan tangkai karangan padi dan kapas diikat dengan pita merah putih yang melambai-lambaik melingkupi peta kepulauan Indonesia
Kemudian, Jakarta berganti logo pada tahun yang tidak disebutkan. Logo ini masih bertahan hingga sekarang dan memiliki deskripsi sebagai berikut :
·         Lukisan perisai segi lima yang didalamnya melukiskan gerbang terbuka
·         Di dalam gerbang terbuka itu terdapat “Tugu Nasional” yang dilingkari oleh untaian padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas
·         Pada bagian atas pintu gerbang tertulis Sloka “Jaya Raya”, sedang di bagian bawah perisai terdapat lukisan ombak-ombak laut
·         Gerbang terbuka bagian atas berwarna putihm sedang huruf-huruf Sloka “Jaya Raya” berwarna merah
·         “Tugu Nasional” berwarna putih
·         Untaian padi berwarna kuning dan untaian kapas berwarna hijau dan putih
·         Ombak-ombak laut berwarna dan dinyatakan dengan garis-garis putih. Kesemuanya ini dilukiskan atas dasar yang berwarna biru
Saya dengan salah satu koleksi di Museum Sejarah Jakarta
KESAN DAN PESAN MENGUNJUNGI MUSEUM

Mengunjungi museum membutuhkan waktu karena harus mengatur transportasi dan bepergian dengan jarak yang cukup jauh baik dari rumah maupun dari sekolah. Pada akhirnya saya berhasil berkelana di daerah kota tua dan mengunjungi museum di daerah tersebut yang koleksinya cukup baik. Kemudian, setelah dokumentasi dikumpulkan, ternyata informasi yang diperoleh masih sangat sedikit karena tidak terdapat pemandu saat saya berkunjung sehingga harus mencari lagi dari berbagai sumber.
Pada akhirnya tulisan ini selesai dan semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. History Vitae Magistra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar