Minggu, 29 Mei 2011

Saya dan Musem Sejarah Jakarta, Saksi Bisu Djakarta Tempo Dahoeloe


Pada hari Sabtu tepatnya pada tanggal 28 Mei 2011, saya bersama seorang teman saya berkunjung ke kota tua yang terletak di antara Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Sebelum kesana, kami  bertemuan di suatu tempat dekat sekolah terlebih dahulu (lebih tepatnya di circle k). Kami berangkat pada jam 11 menuju ke kota tua. Sesampai disana kami berkunjung ke banyak tempat, dan akhirnya kami berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta.  
Museum Sejarah Jakarta

Gedung Museum Sejarah Jakarta yang kami kunjungi dahulunya adalah Stadhius kota Batavia, artinya ‘Balai Kota’. Bangunan ini diresmikan oleh Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck (1653-1713), putra Jan van Riebeeck, pendiri Capetown, kota tertua di Republik Afrika Selatan. Dahulu lapangan di depannya merupakan halaman utama kota Batavia. Bangunan ini adalah Balai Kota yang ketiga, Balai Kota yang pertama di dirikan pada tahun 1620 di sebelah timur Kali Ciliwung dan hanya bertahan selama enam tahun yang kemudian diganti oleh Balai Kota kedua yang di bangun pada sisi selatan halaman utama kota Batavia. 

Selain sebagai balai kota, gedung Museum Sejarah Jakarta dahulunya juga berfungsi sebagai penjara. Dewan pengadilan maupun Dewa Kotapraja mempunyai penjara sendiri, penjara dibawah wewenang Dewan Keadilan adalah di bagian timur gedung Balai Kota (yang sekarang kantor Kota Tua) dan dipakai untuk tahanan VOC. Penjara dibawah wewenang Dewan Kotapraja adalah di bagian barat, dekat jalan Pintu Besar. Dan dipakai untuk tahanan warga kota Batavia yang bukan pegawai VOC. Halaman belakang dari beberapa gedung di sampingnya juga dipakai untuk penjara dari rumah penjaga. Tahanannya bukan orang-orang yang sudah diadili, tetapi yang menunggu proses pengadilan (menunggu keputusan hakim). Pada abad 17 dan 18 ada beberapa bentuk hukuman, yaitu hukuman mati, hukuman siksa, dirantai, kerja paksa, hukuman dendam dan hukuman pengasingan. Tawanan yang pernah ditawan disini antara lain Untung Suropati, seorang budak belian pedagang Pieter C. Dia adalah salah satu dari sedikit sekali orang yang berhasil meloloskan diri dari penjara ini (sekitar tahun 1670). Kemudian dia memberontak dari melawan orang Belanda, juga terlibat dalam pembunuhan Captain Track di Kraton Kartosuro dan mempertahankan diri sampai dia meninggal dunia pada tahun 1706. Pada tahun 1830, Pangeran Diponegoro, pahlawan perang Jawa juga pernah ditahan disini.

Sejarah Gedung
1707 – 1710 Gedung dibangun
1710 – 1816 Balai Kota Batavia
1816 – 1905 Kantor Residensi Batavia
1905 – 1925 Balai Kota Batavia
1925 – 1942 Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat
1942 – 1945 Kantor Pengumpulan Logistik Dai Nipon
1945 – 1952 Kantor Gubernur Provinsi Jawa Barat
1952 – 1968 Markas Komanda Militer Kota (KMK) I, yang kemudian menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat
1968 –          Gedung diserahkan ke Pemda DKI Jakarta
30 Maret 1974 Diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta oleh Gubernur Ali Sadikin

Museum Sejarah Jakarta berawal dari Museum Out Batavia (Batavia Lama) yang beralamat di Jl. Pintu Besar Utara no. 27 (kini Museum Wayang) yang diresmikan pada tahun 1939. Pada masa kemerdekaan tahun 1945 museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama dibawah naungan Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) dan selanjutnya tahun 1968 diserakan kepada PEMDA DKI Jakarta. Pada tahun 1974 koleksi dipindah ke gedung ‘Stadhius’ ini yang kemudian diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta.  
Kami membeli tiket masuk di pintu masuk gedung itu. Tiketnya dikenakan seharga Rp. 2000 . Lalu kami diperkenankan masuk ke dalam. Sesampainya di ruang masuk, yang langsung saya lihat adalah tempat pancung dengan patung yang telah diikat dan kepalanya telah ditutupi oleh kantong hitam dan ada orang Belanda disitu. Saya pun mendekat, disana ditunjukkan foto almari tempat pedang eksekusi yang merupakan tempat pedang eksekusi milik Dewan Pengadilan Tinggi. Di samping foto tersebut, ada foto lain yaitu tempat senjata lama dan tombak yang terbut dari kayu berukiran. Terdapat enam buah tombak dan kapak bertangkai. Alat tersebut dahulu pernah dipergunakan oleh salah tau pengawal Gubernur Jenderal. 

Setelah kami melihat-lihat di ruang masuk, kami pun masuk ke dalam ruangan yang berisi barang-barang atau alat-alat bersejerah pada abad ke 18. Seperti..
1.       Mimbar, mimbar ini berasal dari Mesjid Kampong Baru/Mesjid Bandengan yang terletak di selatan Ammanusgracht, sekarang Jl. Bandengan Selatan (simpang Jl. Pekojan 1). Mimbar ini dibuat pada pertengah abad ke-18, dan seluruhnya dibuat dari kayu jati. Ukiran mengikuti gaya VOC yang umum pada zamaan itu. Padah tahun 1939 pengurus mesjid menjual mimbar ke Batavia Genootschap (sekarang Museum Nasional) dan dananya dipakai untuk memperbaiki mesjid tersebut.  
Mimbar
2.       Alat Cetakan Batu Bata dan Ubin, yang tersusun dari kayu dan tembaga. Alat cetakan ini dibutuhkan dalam administrasi pemerintahannya meliputi pengembangan pembangunan kawasan perkotaan dari Kastil Batavia ke arah selatan menuju Molenvliet dan Weltevreden. Untuk penetapan alat cetakan dan alat ukur, penguasa VOC mengangkat juru tera yang berwenang untuk melakukan uji tera bahkan di beri wewenang untuk menghasilkan alat cetak dan alat ukur standar. Juru tera Batavia Abraham Crena dan Henrik dan Hendrik van de Crap (1739) menghasilkan alat cetakan yang standar bagi cetakan batu bata, cetakan ubin, cetakan genteng dll yang standar bagi kota Batavia dan Hindia Belanda. 
 Alat Cetak
3.       Miniatur kapal “Caravela” Portugis, jenis kapal ini adalah kapal Portugis pertama yang berlayar di laut yang bergolak. Panjangnya 20-30 m dengan lebar dek antara 6-8 m. Daya angkut sebesar 80 tun dan membawa 50-70 awak. Dayung-dayung serta artileri dapat digunakan dalam situasi bahaya. 
Miniatur Kapal Caravella 

4.       Miniatur kapal “Barca”, kapal tanpa dek berbentuk semi-runcing dengan satu tiang, layar bundar dan mercu tiang. Awak kapal berjumlah 20 orang. Orang Portugis menggunakan kapal ini untuk berlayar ke kepulauan di Atlantik dan pantai-pantai Afrika. 
Miniatur Kapal Barca
5.       Meja-meja permainan trik-trak, permainan trik trak adalah antara permainan papan yang tertua di dunia. Berasal dari Mesopotamia sejak ribuan taun, cara main yang berbeda berkembang di Timur Tengah, Eropa, dan Cina. Pada abad 16 dan 17 permainan ini sangat populer di Perancis, Belanda dan negara-negara Eropa lain, walaupun sebelumnya sering dilarang karena terkait dengan berjudi. Ternyata banyak orang di Kota Batavia masa VOC juga berminat main trik-trak, dan meja trik-trak sering ditemukan di dalam inventaris kuno. Sampai sekarang permainan trik-trak masih sangat populer di beberapa negara Timur Tengah.  
 Meja Permainan Trik-Trak
6.       Kursi bulat, yang menarik ini mempunyai ciri Rococo. Medalian pada sandaran belakang diukir dengan motif bunga dalam pot. Dibawah tempat duduk terdapat ukiran dengan motif kerang dari gulungan. Lutut kaki berbentuk kabriole juga diukir dengan motif gulungan. Semua ukiran ini dicat warna emas. Bagian atas tiang diukir dengan bentuk kepala manusia seperti sering dibuat di Sri Lanka pada zaman VOC. Kemudian hari, muka manusia ini dirusak. Kursi dipernis warna merah dan emas pada akhir abad ke 18.
7.       Meja tulis, yang dipakai di dalam kantor. Daun meja tulis agak miring. Meja tulis seperti ini sangat jarang ditemukan karena kebanyakan sudah dirubah menjadi meja biasa.
8.       Meja tembok, meja tembok ini sangat jarang ditemukan. Desainnya penuh dengan lengkungan, dan ukiran yang bermotif daun. Meja berdiri diatas dua kaki berbentuk cakar dan bola. Dari ukiran kelihatan meja-meja ini dibuat di Jawa.
9.       Lemari kaca, lemari ini mempunyai bagian atas yang menonjol dan pinggirannya dipermis warna emas. Kaca pada daun pintu masih asli, tetapi kaki yang berpilin dan dihubungkan dengan papan berbentuk X, dipasang belakangan.
10.   Kursi panjang, desain kursi panjang ini berasal dari Belanda dengan ciri hiasan Indonesia/Cina. Mebel seperti ini sering dipermis merah dan emas. Ukiran binatang dapat diliat pada kaki kursi yang ujungnya berbentuk cakar. Tempat duduk dibuat dari kulit, bukan rotan biasa dipergunakan pada kursi-kursi ini.

Kami pun berpindah ruangan menuju ruangan selanjutnya yaitu ruang sidang dewan keadilan. Sebagian mebel-mebel di ruang ini berasal dari Benteng (Kasteel) Batavia Seperti lemari-lemari besar, penyekat ruangan (1700-1720), dan meja panjang dengan kursi-kursi tinggi. Semua mebel di ruangan ini dibuat okeh tukang ahli di Batavia (Jakarta). Ruang ini dipakai sebagai ruang sidang Dewan Pengadilan. Semual Dewan Pengadilan bersidang di dalam Benteng (Kasteel) Batavia tetapi segera dipindahkan ke gedung Balai Kota. Ruang ini dahulu juga digunakan untuk upacara pernikahan sipil.  

Di suatu ruangan, kami melihat lukisan yang terpampang di dinding. Lukisan tersebut merupakan lukisan dari seorang gubernur jenderal masa VOC yang bernama Jah Pieterszoon Coen (1587-1629). Ia memerintah pada tahun 1618 – 1623 dan 1627 – 1629. Ia memulai kariernya dengan VOC pada tahun 1607, ketika masih berusia 20 tahun, dan pada tahun 1612 menjadi Presiden Kantor Dagang di Banten dan Jayakarta (Jakarta). Pada masa kekuasaannya ia menang perang dengan kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619, kemudian ia mendirikan sebuah kota baru. Sebetulnya, ia ingin menamakan kota barunya itu Nieuw Hoorn untuk mengenang kota kelarinnya, akan tetapi De Heerem XVII (Dewan XVII) memilih nama yang lebih netral Batavia, untuk memberi penghargaan pada suku Bataven, leluhur orang Belanda yang melawan kekuasaan Romawi pada abad-abad pertama masehi. Akan tetapi, ia menolak memakai nama Batavia, ia masih menyebut kota baru itu dengan sebutan Fort Jacatra (Benteng Jacatra). Dan pada masa kekuasaanya pada periode kedua (1627-1629), Batavia diserang oleh pasukan Sultan Agung dari Mataram tahun 1628 dan 1629. Pada tanggal 20 September 1629, J.P. Coen jatuh sakit dan meninggal dunia pada pukul 01.00 tanggal 21 September 1629. 
  Pieterszoon Coen 




1 komentar:

  1. menarik, terutama ulasan mengenai furniture, boleh tau sumber / referensi mengenai furniture tsb?

    BalasHapus