Selasa, 17 Mei 2011

Saya dan Tokoh Sejarah Bernama Rukasah Rukmantara

Saya mewawancarai salah satu tokoh sejarah bernama Rukasah Rukmantara. Beliau lahir di Indihiang, Tasikmalaya, Jawa Barat tanggal 9 Oktober 1933. Beliau lahir dari pasangan Rukmantara dan Arkasih. Beliau mempunyai 7 saudara yang terdiri dari 1 perempuan dan 6 laki-laki. Selama masa kecil, Ia tinggal di Tasikmalaya.

Bapak Rukmantara, bapak dari Bapak Rukasah adalah seorang pendidik yang pernah menjadi penilik sekolah SD dan mengajar di SMA. Sedangkan Ibu Alkasih pernah menjadi guru dan kepala sekolah dari sekolah yang berbeda dari tempat Ia melaksanakan pendidikannya. Mereka melanjutkan kiprah mereka sebagai pengajar hingga mereka pensiun.

Pada masa kecil, ia hobi memancing. Karena bawaan orang tua yang sering memancing, ia dan saudara-saudaranya sering berangkat bersama-sama untuk memancing. Biasanya, ia memancing di kali, di kolam, atau di danau terdekat. Dari hobi tersebut, ia berhasil mendapatkan berbagai macam ikan seperti ikan kakap, ikan mujair, ikan mas, dan berbagai macam ikan lainnya sehingga hobinya bisa juga bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya.

Pada zaman Belanda, Ia bersekolah di HIS di Tasikmalaya sampai kelas 2. Lalu, HIS berganti nama menjadi SR atau Sekolah Rakyat yang kini menjadi SD atau Sekolah Dasar. Ia meneruskan sekolahnya di tempat yang sama hingga masa SMP atau dahulu disebut Sekolah Menengah Umum Bagian Pertama. Kemudian setelah bersekolah di SMP selama tiga tahun, Ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di jenjang SMA Beliton sampai tamat tiga tahun. Di masa SMA atau Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. Ia mengambil jurusan ilmu pasti atau sekarang disebut jurusan IPA. Ia lulus dengan nilai yang cukup memuaskan walaupun tidak terlalu baik.

Setamat SMA, Ia melanjutkan pendidikannya di fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Tidak menyelesaikan kuliahnya, Ia pindah ke Bandung dan memasuki Akademi Lalu Lintas dan Perniagaan Djawatan Kereta Api pada tahun ajaran 1956/1957. Ia mengenyam pendidikan di sana selama satu tahun. Lalu karena tidak lulus untuk tingkatan ke tiga, maka ia keluar dan menjalani kursus kepelabuhan di Djakarta. Ia menjalani kursus tersebut selama setahun. Lalu, setelah menjalani tes selama sekitar dua minggu, Ia dinyatakan lulus pada tahun 1959.

Setelah merasa cukup menjalani pendidikan selama beberapa tahun, ia pun memasuki dunia kerja. Pertama kali, ia bekerja di perusahaan Negara di pelabuhan Tanjung Priok sebagai kepala seksi pangkalan II. Kemudian, setelah 2 tahun bekerja, Ia dipanggil oleh pemerintah untuk bertugas di Irian Barat. Kemudian setelah selesai, Ia melanjutkan kembali kariernya di Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1963.

Pada bulan Desember tahun 1962, Ia menikah dengan Suwartini yang bekerja sebagai guru taman kanak-kanak. Mereka dikaruniai 4 anak yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki. Salah satu dari anak mereka adalah Bapak saya yang merupakan anak ketiga dari pasangan mereka berdua.
Setelah menikah, ia melanjutkan kerjanya di pelabuhan Cirebon sebagai kepala bagian komersil selama hanya setahun. Dari Cirebon, Ia dipindahtugaskan ke pelabuhan Jambi sebagai kepala perwakilan pelabuhan cabang Jambi. Setelah dari Jambi, Ia dipindahkan ke pelabuhan Pontianak sebagai kepala divisi usaha selama 3 tahun. Walaupun sudah bekerja cukup lama, ia kembali harus berpindah ke pelabuahan teluk bayur sebagai kepala divisi usaha selama 3 tahun. Aceh pun menjadi tujuan terakhirnya saat menjadi administrator pelabuhan selama empat tahun sebelum akhirnya kembali ke Jakarta dan bertugas di Ditjen perhubungan laut sebagai kepala seksi hingga pensiun pada tanggal 18 Oktober 1989.

Selama masa kerjanya, Ia seringkali berpindah-pindah domisili karena Ia bekerja di perusahaan Negara. Selama hidupnya, Ia telah merasakan berumah tinggal di Jakarta, Cirebon, Jambi, Pontianak, Padang, dan Aceh. Ia pun tidak jarang mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Seperti mengikuti workshop UNDP pada tahun 1984 dan mengikuti training manajemen kepelabuhan di Belgia yang diselenggarakan oleh APEC pada tahun 1981.

PENGALAMAN MEMPERJUANGKAN BANGSA INDONESIA
Sebagai orang yang sudah hidup melalui berbagai macam generasi, mulai dari masa penjajahan, masa proklamasi, masa mempertahankan kemerdekaan, hingga masa reformasi sekarang, ia memiliki banyak pengalaman saat membela Negara Indonesia baik saat ikut berperang atau hanya saat menjadi penduduk yang terjajah pada zaman itu.

Pada masa penjajahan Belanda, waktu itu kampung tempat Ia tinggal diduduki oleh Belanda sehingga seluruh penduduk harus mengungsi ke tempat lain. Tidak terima begitu saja, sebagian dari keluarga bapak Rukasah ini melakukan gerilya yang akhirnya harus kehilangan Tjahri karena kesalahan saat percobaan granat. Ia sendiri mengungsi ke Gunung Galunggung sampai kembali lagi ke Tasik saat situasi sudah aman karena masih SMP. Mereka sendiri mengungsi sebelum Belanda sampai di Tasikmalaya dari Jakarta.

Pada tahun 1962, Ia dipanggil oleh pemerintah untuk bertugas melaksanakan TRIKORA, yaitu dengan menyerang Irian Barat. Ia berangkat dengan kapal MH Thamrin atau Jakarta Lloyd. Ia berangkat bersama-sama Tentara Rakyat Indonesia lalu mereka sebagai komponen sipil yang bertugas akan melaksanakan tugas pemerintahan setelah Irian Barat diduduki.

Para komponen sipil yang terdiri dari berbagai instansi seperti kepolisian, jaksa, maupun instansi pelabuhan waktu itu dimiliterisir oleh angkatan laut dan Beliau sendiri akhirnya mendapat pangkat Sersan Mayor I. setelah selesai dimiliterisir oleh angkatan laut, para komponen sipil yang sudah naik pangkat mendapat briefing di pulau peling di daerah Sulawesi. Mereka mendapat pengarahan dari Jenderal Soeharto selaku panglima mandala saat itu. 

Logo Pasukan TRIKORA kepunyaan Bapak Rukasah
Pada saat itu Jenderal Soeharto memberi penjelasan bahwa mereka akan menyerang Irian Barat dan mengambil alih pemerintahannya sesuai bidang masing-masing setelah Irian Barat berhasil ditaklukkan. “Jadi waktu itu Soeharto memberikan pengarahan suruh menyerang Irian Barat, lalu petugas komponen sipil akan melakanakan pemerintahan masing-masing setelah kota sudah direbut. Itu tugasnya seperti itu. Tapi, tidak jadi perang, jadi kita pulang saja.” Jelas Bapak Rukasah.
Lalu mereka memulai perjuangan mereka dengan kapal masing-masing. Bapak Rukasah sendiri menaiki  kapal yang sama dan melalui perjalanan selama berhari-hari. Walaupun persiapan sudah sangat matang, masih ada saja hal-hal konyol yang terjadi saat itu. “Ya mungkin saking terburu-burunya lah, waktu itu pelurunya tertinggal di pesawat dan beberapa personil tidak membawa senjata. Tapi kita waktu dimiliterisir yang dikasih senjata hanya sersan jenderal aja, sersan mayor gak dapat.” Aku Bapak Rukasah. lalu kesalahan lain adalah saat ke Gorontalo pistol para Jaksa tercebur ke laut. “Jadi waktu itu karena kita harus ke pulau kecil di Gorontalo, turunnya harus pakai tangga tali. Jadi mungkin karena jalannya terlalu sulit , ya jatuhlah senjatanya itu.” Kata Bapak Rukasah.

Ternyata ada perjuangan yang hampir sama lelahnya dengan perang yaitu saat perjalanan menuju kawasan perang. Menurut bapak Rukasah, hal tersebut sangat membosankan karena harus berdiam di kapal yang sama tanpa melakukan apa-apa. Namun karena mendapatkan mandate langsung dari Mandala, Ia menjadi bersemangat walaupun hanya dengan modal nekat. Makanan sehari-hari mereka bahkan tidak terlalu mengenyangkan karena hanya mendapat asupan seadanya seperti telur dan nasi. Menurutnya, tidak ada kegiatan lain yang khusus saat berada di kapal.

Namun, perjuangan mengarungi laut itu akhirnya berakhir dengan cukup sia-sia. Karena sebelum tiba di Irian Barat mereka mendapat informasi bahwa Belanda sudah kabur dari Irian Barat. “Waktu itu kita bawa persenjataan lengkap. Kita ada persenjataan udara dan dari persenjataan laut kita bawa kapal selam. Mungkin melihat situasi seperti itu Belanda takut, jadi kabur mereka” Ingatnya.

Bapak Rukasah (Paling Kanan) berfoto dengan rekannya
Akhirnya para komponen sipil dipulangkan kembali ke daerah masing-masing. Bapak Rukasah sendiri kembali ke pelabuhan tanjung priok di Jakarta untuk menunggu instruksi selanjutnya. Kemudian Ia menerima panggilan dari KOTI (Komando Tertinggi) untuk bertugas mengisi pemerintahan Irian Barat yang sudah kosong. Setelah izin cuti untuk menikah, berangkatlah Ia menuju Irian Barat menggunakan pesawat. Ia pun akhirnya memilih untuk pulang ke Jakarta saat ditawarkan pilihan apakah ingin tetap di sana atau pulang.

Dengan perginya Belanda dan terisinya pemerintahan di Irian Barat maka misi TRIKORA pun berakhir. Semua tentara dipulangkan ke daerahnya masing-masing kecuali yang ditugaskan di Irian Barat dan masing-masing dari mereka yang mengikuti misi TRIKORA ini mendapatkan penghargaan dari pemerintah yaitu Satya Lencana Satya Dharma

SUKA DUKA MEWAWANCARAI TOKOH SEJARAH
Yang pertama kali saya rasakan saat mewawancarai tokoh sejarah adalah kesulitan mencari informasi secara spesifik dari narasumber. Karena peristiwa tersebut memang sudah sangat lama sehingga narasumber sendiri kesulitan untuk mengingat-ingat peristiwa yang pernah dialaminya. Saya juga sempat kesulitan untuk mengarahkan pembicaraan karena saat narasumber berbicara ia kerap menceritakan semuanya bahkan melebihi dari yang saya butuhkan.

Kesulitan kedua yang saya dapati adalah soal waktu. Walaupun rumah saya dan narasumber berdekatan, saya tetap saja kesulitan mencari waktu untuk mewawancarainya sampai akhirnya saya menemukan waktu yang tepat untuk melakukan wawancara. Untungnya narasumber sangat baik karena ia mau mengeluarkan berbagai macam dokumennya seperti sertifikat, ijazah, maupun foto-fotonya pada masa dahulu.

Kesulitan ketiga adalah dalam pengerjaan dokumen. Karena target yang sebenarnya cukup banyak yaitu sekitar 8000 karakter, saya sempat kesulitan saat merangkai kata-kata untuk menulis laporan ini. Saya sendiri mewawancarai narasumber selama dua hari yang pada hari kedua saya sampai membawa laptop saya ke lokasi wawancara agar saya dapat mengetik sambil mendengarkan kisah beliau. Bahkan untuk mengerjakan ini dibutuhkan waktu hingga malam hari karena banyak yang harus dikerjakan.

Namun, pada akhirnya saya pun merasa cukup bangga saat tulisan ini selesai dibuat. Disamping sudah selesai, saya belajar banyak tentang hal-hal yang terjadi di masa lalu. Ternyata sejarah tidaklah hanya yang kita tahu seperti di buku saja. Ternyata, di luar buku itu ada juga kisah-kisah menarik dari berbagai tokoh yang tidak dituliskan dalam buku tersebut. Semoga informasi ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan berguna untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar