Minggu, 29 Mei 2011

Saya dan Wanita Saksi Sejarah ini

Pada hari sabtu tepatnya tanggal 28 mei 2011, saya mewawancara seorang tokoh yang pernah mengalami peristiwa sejarah. Kebetulan beliau adalah nenek saya dan saya akan menceritakan sedikit biografi tentang beliau.

Beliau bernama Suwasti Hidayat lahir di Surabaya pada tanggal 27 Februari tahun 1931 dari pasaangan G. Hardjodipuro dan Sudari. Pada saat kecil beliau selalu di didik oleh kedua orangtuanya untuk mendalami Islam, tiap hari beliau selalu didatangkan guru les mengaji. Selain di bidang keagamaan dia juga paksa oleh kedua orangtuanya untuk mempelajari di bidang musik, kebetulan beliau senang memainkan alat musik piano hingga sekarang beliau masih piawai memainkannya. Karena pada waktu itu pendidikan formal belum menentu, tidak selalu tiap tahun ada dan kadang-kadang hanya masuk pada saat ujian.

Pada saat beliau SD mengalami akibat dari Peperangan revolusi pada sekitar tahun 1946 hingga 1948. Karena adanya Operasi Militer dari belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia. Belanda merasa Indonesia tidak bekerja sama melaksanakan isi Perjanjian Linggarjati, yang disahkan pihak Belanda tanggal 24 Maret 1947. Pihak Indonesia dianggap sudah kehilangan kepercayaan, karena Tweede Kamer (Parlemen Belanda) pada awalnya ragu untuk menyetujui isi perjanjian.
Operasi Produk direncanakan oleh Jenderal Simon Hendrik Spoor, untuk menduduki wilayah terpenting secara ekonomis di Jawa Barat dan Timur tanpa mengganggu Kota Yogyakarta, pusat pemerintah Indonesia waktu itu, karena biaya tinggi. Operasi ini berhasil menduduki sebagian besar Jawa dan Sumatera, karena TNI tidak melakukan perlawanan yang berarti.
Terjadi peperangan antara Indonesia dan Belanda, Pada saat itu beliau berada di kota Surabaya disana terjadi bom besaran-besaran kebetulan rumah beliau terkena bom tersebut. Jadi terjadi pengungsian dari kota Surabaya ke luar kota dari Surabaya atau pinggiran kota Surabaya yang bernama Buduran. Setelah mengungsi ke Buduran ternyata perang berkobar lagi sehingga beliau dan sekeluarga pindah ke daerah yang bernama Mojosari tidak lama kemudian diungsikan lagi ke Mojokerto. Tidak sampai sebulan di Mojokerto, Mojokerto di serang oleh pasukan Belanda lagi sehingga di pindahkan ke Madiun. Pada saat di Madiun ini karena pendidikan susah dicari beliau disekolahkan di SD yang dimana berisi wanita semua, Setelah beliau sudah tamat SD kedua orangtu beliau ingin melanjutkan ke tingkat SMP, tetapi pada waktu itu Pendidikan SMP akhirnya beliau pindah tempat ke Malang karena tempat terdekat yang terdapat pendidikan SMP adalah Malang. Kebetulan di Malang ini adalah tempat pertahanan dari Militer Indonesia, terlihat banyak sekali tentara-tentara di sekeliling kota Malang.
Akhirnya Perserikatan Bangsa Bangsa melakukan campur tangan untuk mengadakan gencatan senjata, disahkan pada tanggal 17 Januari 1948 menurut Renville-overeenkomst (Perjanjian Renville). Perjanjian Renvile dilakukan di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Pada saat itu delegasi dari Indonesia adalah Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap Isi dari perjanjiannya adalah Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah Republik Indonesia, Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda dan Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda. Di perjanjian nomor satulah yang mengakibatkan Malang akhirnya aman dari Belanda.
Setelah itu beliau melanjutkan ke Pendidikan SMA yang berada di Surabaya. Setelah itu melanjutkan perguruan tinggi di sebuah universitas yag ternama di Malang pada saat itu. Beliau  mengambil jurusan B1 Bahasa Inggris. Disinilah beliau bertemu dengan jodohnya yang bernama Hidayat Mukmin dan kemudian menikah dengan pemuda ini pada tahun 1953 di Malang dan menghasilkan 4 anak yang bernama Kanaka Hidayat, Saraswati, Paramita dan Tara.

Setelah mempunyai empat anak ini beliau menjadi Ibu Rumah Tangga dan suami beliau mempunyai pekerjaan tetap sebagai dosen di Universitas Gajah Mada di Jogja dan kebetulan sempat mengajar seorang petinggi di negara ini yaitu Bapak Amien Rais. Bapak Amien Rais pada saat itu adalah murid kesayangan dari suami beliau.

Setelah menjadi dosen di Universitas Gajah Mada suami beliau menjadi pekerja di Duta Besar Indonesia dan bekerja di Meksiko, sehingga Beliau dan sekeluarga pindah ke Meksiko pada tahun 1973. Anak-anak mereka disekolahkan disana hingga tamat SMA. Beliau sangat senang tinggal di Meksiko, karena di sana orang-orangnya banyak sekali yang ramah. Pada saat anak-anaknya tamat SMA ada yang ingin bersekolah di luar negri di Amerika dan Canada dan ada juga yang ingin bersekolah di Indonesia. Sehingga beliau kembali lagi ke Indonesia bersama anak yang ingin bersekolah di Indonesia dan meninggalkan anaknya yang ingin bersekolah di luar negeri.

Pada saat di Indonesia beliau kesulitan membiayai anak-anaknya yang berda di luar negeri. Beliau menjual rumah dan pada saat itu beliau juga mempunyai bajaj di jual juga olehnya untuk membiayai kehidupan anak-anaknya. Setelah anak-anaknya lulus ada yang bekerja di Amerika, sehingga beliau merasa sedikit kesepian. Akhirnya pada tahun 1994 anak-anaknya pulang ke pangkuan beliau lagi sehingga merasa sangat senang.

Pada tahun 2000 beliau ditinggalkan oleh suami beliau karena meninggal dan beliau mengalami sedih yang mendalam. Dan sekarang beliau sudah berumur 80 tahun dan sekarang sudah mulai hilang keseimbangannya dan mengalami beberapa gangguan-gangguan. Tetapi beliau masih suka melakukan gerakan-gerakan untuk kesehatan dan gerak jalan. Dan beliau masih suka jalan-jalan dan mengadakan pertemuan-pertemuan.




1 komentar: