Rabu, 13 April 2011

16 Tahun Hidup Saya yang Penuh Pelajaran

Masa dari semenjak lahir s/d TK
Saya dilahirkan di RS YPK Theresia Menteng, Jakarta, 8 Januari 1995. Saya lahir dengan berat 3,5 kg dan tinggi 51 cm.  “Kamu dulu lahirnya pagi-pagi jam 04.15. Yang lain lagi asyik tidur, eh tiba-tiba ketuban Mama pecah.”, begitulah kata ibu saya. Mungkin atas alasan itulah saya dinamakan Fajar, karena saat matahari baru mau menyongsong pagi, saya sudah berani mengusik rahim ibu saya dan beranjak keluar. Ya, nama lengkap saya Fajar Fathiawan Pambudi. Fathiawan berarti pemenang, sedangkan Pambudi tentu saja artinya berbudi. Alhamdulillah kelahiran saya berjalan normal. Saya adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Ibu saya adalah seorang konsultan dari USAID, sebuah lembaga yang bertugas memperat persahabatan Indonesia dengan Amerika. Ayah berprofesi sebagai PNS. Beliau bekerja di Jasa Marga. Jangan salah sangka, bukan dibagian gerbang tol, tapi yang melakukan pekerjaan administratif. Menurut kedua orang tua saya, masa kecil yang saya jalani penuh dengan kegembiraan, kelucuan, kenakalan. Katanya dulu saya sangat pelit & egois, serta pemarah juga cengengnya minta ampun. Ditinggal pergi sedikit, sudah ingin mengekor Ibu lagi. Yang bisa dibanggakan hanya nafsu makan saya yang baik. Namun, kini saya merasa bersyukur karena kedua ortu saya begitu memperhartikan saya. Mungkin tidak seperti kakak saya, yang ketika baru lahir sudah ditinggal ibu pergi ke Australia. Saya melewatkan masa balita dengan indah. Playgroup, TK, dan SD (s/d kelas 4) saya habiskan di Surabaya.
Meskipun lahir di Jakarta, saya hanya tinggal beberapa saat di daerah Cimanggis. Mengingat rawannya situasi Jakarta saat itu yang sedang krisis moneter selepas kepemimpinan Presiden Soeharto. Maka keluarga saya memutuskan untuk pindah ke Surabaya. Kami pindah pada tahun 1998, dan tinggal di suatu kompleks perumahan Jasa Marga yang bernama Bunderan Satelit. Saya masih ingat ketika masih kecil dulu saya sering bermain-main di sekitar bunderan itu. Sesuai namanya, kompleks ini memang berbentuk seperti sebuah lingkaran besar sebelum menuju ke jalan tol Sidoarjo. TK saya terletak kira-kira 15 menit perjalanan dari bunderan tersebut. Saya bersekolah TK di Margie, sebuah TK Katolik. Pendidikan disana  cukup keras dan disiplin. Tak banyak yang saya ingat dari TK tersebut, kecuali patung Bunda Maria yang terletak di tengah-tengah taman sekolah itu.
Masa Pendidikan Sekolah Dasar
Jenjang pendidikan sekolah dasar lalu saya lanjutkan ke sebuah sekolah dasar swasta Islam bernama SD Darut Taqwa. Disini saya mendapat banyak sekali inspirasi dan pengalaman-pengalaman berharga yang tak terlupakan. Serta tentu saja teman yang kekal persahabatannya hingga saat ini. SD Darut Taqwa terkenal sebagai salah satu sekolah ternama di Surabaya yang mengedepankan pendidikan akhlak dan pembinaan akidah kepada murid-muridnya, tanpa lupa mengangkat pendidikan sebagai satu unit terpenting dalam sistem perkembangan anak.
Waktu masih angkatan saya, guru-guru di Darut Taqwa memiliki cara mengajar yang beragam, namun terkadang unik dan menyenangkan. Saya masih ingat dengan guru olahraga saya yang bernama Pak Sylfaen. Tingginya kira-kira 185 cm. Kami seperti biri-biri kecil dihadapannya, saya menduga dulu beliau mantan atlet basket mungkin. Apa yang unik pada dirinya? Pernahkah anda diajar oleh seorang guru olahraga yang dapat merangkap pelajaran IPS? Pasti hampir tak ada. Terlebih lagi dalam pengajarannya beliau sering mengadakan kuis. Uniknya kuis disini benar-benar seperti simulasi kuis yang kita lihat di Televisi. Ada tombolnya, peserta kuis dibariskan urut dalam satu bangku, dan papan tulis sebagai score board-nya. Pemenangnya mendapatkan nilai tambahan, entah itu pada aspek psikomotorik maupun tugas. Karena itulah saya selalu bersemangat dalam mengikuti pelajaran IPS. Satu lagi guru favorit saya di Darut Taqwa.
 Namanya Pak Iskandar, beliau adalah guru pelajaran IPA. Cara mengajarnya bisa dikatakan menarik, karena kadang Pak Iskandar menggunakan bahasa Inggris untuk menjelaskan isitilah-istilah tertentu pada biologi atau geografi; di SD geografi masih tergolong dalam pelajaran IPA. Beliau juga sering sekali mengadakan kuis. Akan tetapi, daya tarik yang sebenarnya bukan terletak disitu. Beliau adalah panutan terbaik yang pernah saya temui dalam mendidik sifat, moral, dan akhlak seorang anak. Ia menerapkan sistem poin. Setiap anak diberi modal 100 poin. Poin akan berkurang acap kali kita melakukan pelanggaran dan bertambah setiap kita mendapatkan nilai bagus atau mengucap kalimat-kalimat Allah. Misalnya, saya pernah mendapat nilai 100 pada olimpiade mata pelajaran di Surabaya. Maka, Pak Iskandar mengapresiasi saya dengan 1000 poin. Padahal rata-rata, murid hanya mendapatkan 10-50 poin perharinya. Saya merasa bangga mendapat poin sebesar itu. Sialnya, suatu hari seorang teman menangkap basah saya yang sedang bercanda ketika khutbah Jumat berlangsung. Maka saya langsung terkena ‘BOOM’ alias poin saya otomatis menjadi 0. Dengan cara seperti inilah Pak Iskandar mendidik siswanya agar selalu berusaha melakukan perkataan, perbuatan, dan amal yang baik. Dan bersikap tanpa toleransi terhadap segala pelanggaran yang kita lakukan. Tujuannya agar kita tak sembarangan dalam bertingkah laku dan menigkatkan kewaspadaan pada sekecil apapun tindakan buruk yang terjadi di sekitar kita.
Saya menyadari bahwa seberapa banyak poin yang kita peroleh tidak penting. Pada akhirnya Pak Iskandar akan lebih menghargai siswa/siswi yang berani melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa/siswi lainnya. Kalo nang kene (Indonesia) polisine koyok ngono, koruptor wes pada ngesu kabeh hahaha.” Begitulah canda teman masa SD saya, Bayu pada saat kelas 4. Dialah yang menemani keseharian saya di Darut Taqwa. Terkadang saat saya jenuh, Ia lalu melawak dengan penuh canda riang diselingi senda gurau khas orang Surabaya. Bayu merupakan teman yang pintar, sehingga Ia juga asyik diajak belajar bersama. Ia pun sangat mahir bermain bola ataupun olahraga lainnya. Dan yang paling kusenangi darinya, Bayu merupakan sosok teman yang sabar namun ulet dan rajin. Dia merupakan tandem yang baik bagi saya yang seringkali bertindak terbawa emosi. Dan ternyata Bayu memiliki impian yang cemerlang. Dulu kami pernah berjanji akan berusaha untuk mengadakan perjalanan luar angkasa. Dan menyentuh bintang untuk pertama kalinya. Sebuah impian yang saya percayai dapat terjadi jika disertai kerja keras, belajar menuntut ilmu setinggi-tingginya, serta sedikit keberutungan.
 Dewasa ini saya kembali bertemu Bayu, paras muka dan tinggi badannya tak banyak berubah, hanya rambutnya saja yang dicat jingga. Sangat disayangkan ada satu hal yang berubah pada dirinya. Ia bukan lagi menjadi seorang pemimpi yang berani mencetuskan ide-ide gilanya. Sorot matanya telah layu, begitu pula semangatnya dalam mengejar pendidikan yang lebih baik. Suatu gejala yang paling sering terjadi akibat tertelan arus globalisasi.
Saat kenaikan ke kelas 5 SD, kami sekeluarga pindah ke Jakarta karena alasan dinas pekerjaan Ayah. Cukup sedih sebenarnya meninggalkan teman-teman di Surabaya. Sesampainya di Jakarta saya langsung bertempat tiinggal di daerah Tebet Timur. Setelahnya saya diajak memilih sekolah, dan saya memilih SD Swasta Adik Irma. Jika dibandingkan dengan sekolah dasar saya di Surabaya, memang SD Adik Irma lebih memperlihatkan ciri khasnya sebagai SD kota metropolitan.
Gedungnya besar bertingkat-tingkat, ada kelas akselerasi, kelas eloquency; kelas matematika dalam bahasa Inggris, dan tak lupa uang sekolahnya yang cukup mencekak pula. Saya merasakan pendidikan di Jakarta jauh lebih memiliki banyak saingan di sana-sini. Mereka lebih pintar-pintar ketimbang teman saya di Surabaya. Sempat agak terkucil karena dianggap anak daerah yang masih beraksen ‘medok’,  saya akhirnya bisa juga menyesuaikan dengan pergaulan yang ada. Namun, dalam kualitas mengajar saya lebih mengunggulkan SD Darut Taqwa di Surabaya. Meskipun uang SPP-nya murah, tapi dalam hal mengajar guru-guru di Surabaya lebih niat dan kreatif. Sangat sayang bahwa sekolah sekelas SD Adik Irma dengan fasilitas yang sangat memadai, tidak diseimbangkan dengan kualitas peningkatan SDM yang baik. Walaupun tidak menganggap ini berpengaruh dalam kegagalan saya dalam memilih SMP unggulan, saya rasa adanya perbaikan dalam membuat pengajaran di kelas agar menarik perlu ditingkatkan.
Masa Sekolah Menegah Pertama (SMP)
Ketika melihat kertas pengumuman siswa yang diterima di SMP 115, saya bersedih hati. Nama saya tidak tercantum di kertas itu. Ketika mendengar bahwa saya juga tidak berhasil masuk ke SMP Labschool Kebayoran, saya meneteskan air mata. Pada waktu itu saya bisa dikatakan sedang mengalami depresi tinggi. Segala kekecewaan dan penyesalan karena kurangnya hasil belajar yang memuaskan tercurah saat itu. Dengan nilai kelulusan yang tidak memuaskan, seorang guru menyarankan agar saya masuk ke SMP 12. Dikarenakan sekolah tersebut masih tergolong Sekolah Standar Nasional (SSN), memiliki potensi yang baik untuk terus berkembang dengan kepala sekolah barunya, dan juga tidak menetapkan standar yang terlalu tinggi kepada murid-murid yang ingin masuk sekolah tersebut. Pada awalnya ada rasa untuk pindah ke sekolah lain yang lebih baik mutunya.
Saya sering mendengar bahwa SMP 12 dulunya adalah sekolah ternama di Jakarta. Jauh lebih terkenal ketimbang SMP 115, ataupun SMP lainnya di Jakarta pada saat itu. Sayang, narkoba telah merenggut semuanya dari SMP ini. Kejayaan, murid-murid yang pandai, dan pegawai-pegawai yang loyal. Sehingga fasilitas sekolah sempat sangat tidak terurus ketika itu. Pada saat saya masuk, SMP 12 sebenarnya baru terhitung 1 tahun bangkit dari segala kemunduran tersebut. Segala tetek bengek renovasi dilakukan tepat ketika saya memasuki tahun ajaran di sekolah ini. Sehingga sempat sekilas saya berpikir bahwa sekolah ini seperti habis terkena bencana alam. Masjidnya direnovasi, dan banyak puing-puing disana-sini.
Fasilitas? Jangan salah, SMP 12 memiliki aula yang sangat besar. Mungkin terbesar dibandingkan dengan SMP lain di Jakarta. Lapangannya ada 2, dan secara keseluruhan sebenarnya sekolah ini sangat sejuk, rindang, nyaman, dan tentram. Saya tak pernah mebayar uang SPP sepeser pun di sekolah ini. Dikarenakan sekolah ini tercanang program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang sedang digalakkan pemerintah saat itu.
Kelas 1 SMP saya habiskan untuk penyesuaian diri dari segala perubahan yang saya alami dari SD ke SMP. Sekolah  ini meski sejuk, namun itu sebenarnya adalah sebuah ironi dari kata tidak ada AC disini. Adanya AC alam, bau keringat menusuk hidung di dalam kelas. Terkadang beberapa kelas memiliki kipas angin yang cukup membantu mengurangi hawa panas di dalam kelas. Satu hal yang saya pahami dari sekolah negeri, mereka sangat kental dengan yang namanya tawuran dan perkelahian antar pelajar. Baru masuk teman saya sudah cari ribut dengan kakak kelas. Untung nyawanya terselamatkan, karena ada kenalannya diantara kakak kelas tersebut. Hal ini sempat mendukung saya untuk segera angkat koper dari SMP 12. Ditambah saya mengalami MOS yang jatuhnya malah membuat saya tidak nyaman berada disini.
Guru-guru saya di SMP 12 herannya cukup niat dalam mengajar. Padahal SMP 12 adalah sekolah gratis tanpa bayaran SPP. Kembali saya teringat dengan guru-guru saya di SD Darut Taqwa dan besarnya jasa mereka dalam mengajarkan berbagai ilmu yang berguna ke dalam benak saya.  Maka, waktu itu pula saya membulatkan tekad saya untuk tetap bersekolah di SMP 12. Saya yakin ada banyak hal yang bisa saya pelajari di sekolah ini. Ditambah teman-teman saya di SMP 12 ternyata sangat bersahabat. Tak jarang mereka memuji saya, karena dianggap cukup pintar di kelas. Di kelas 1 ini saya banyak belajar tentang kesederhanaan dalam bertingkah, juga memahami esensi dari pepatah ilmu padi; Makin berisi makin merunduk.
Kelas 2 SMP adalah masa paling santai dalam hidup saya. Namun, disaat inilah saya mulai menunjukkan prestasi saya yang telah lama hilang semenjak pindah ke Jakarta. Saya sempat menjadi juara kelas. Saya pun dapat menyalurkan bakat beladiri saya dengan mengikuti Jujitsu. Terbukti, Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan juara 3 pertandingan Jujitsu se-Jabodetabek. Terlena dengan segala kebebasan dan kenakalan yang diajari oleh teman-teman SMP, saya pun berani ikut-ikutan ‘nongkrong’ dan terlibat dalam perkelahian antar pelajar. Hal ini terus terbawa sampai ke kelas 3. Pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika saya & teman-teman ikut tawuran melawan SMP 11 di daerah Sambas. Kami sangat dikejar-kejar polisi ketika itu. Karena, ternyata cucu menteri pertahanan yang bersekolah di SMP 11 itu terluka dan lebam akibat tawuran. Saya pun ikut merasakan getahnya, dan lebih dari 3 kali saya sudah masuk BK karena hal ini. Klimaks dari segalanya adalah saat saya berkelahi dan saling baku hantam di lingkungan SMP 12. Saya dipanggil lagi atas pertimbangan guru-guru yang ingin saya kembali menjadi anak baik seperti sedia kala. Konsekuensinya saya diharuskan untuk berhenti dari ekskul bela diri saya dan mengurangi segala aktivitas di luar sekolah.
Saya baru merasakan manfaat dari semua itu dikala semester 2 kelas 3. Saya pun mulai serius mengikuti bimbingan belajar BTA 45 di Tebet. Prestasi saya di kelas perlahan tapi pasti mulai membaik. Namun, karena setitik nila rusaklah susu sebelangga. Saya terlanjur tetap dicap sebagai anak bandel oleh guru-guru. Saya ingin membuktikan bahwa sebenarnya masih secemerlang dulu. SMA 8 sempat terlintas di benak, saya pun menargetkan lulus UN dengan NEM yg tinggi. Akan tetapi sepertinya Allah berkehendak lain, ortu saya mendengar kabar bahwa SMA Labschool akan membuka tes seleksi PSB (Penerimaan Siswa Baru). Tertantang untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, saya lalu putar haluan menuju Labschool. Jikalau ada kerja keras, segala jalan pasti akan terbuka. Saya diterima di Labschool, meski hanya finish di urutan 20 sebagai cadangan. Saya tetap menghantarkan segala doa agar harapan saya terkabul. Dan disinilah saya berdiri sekarang sebagai seorang siswa SMA Labschool Kebayoran dengan penuh kebanggaan.
Masa Sekolah Menengah Atas (SMA) Sekarang dan Impian Ke Depan
                Takjub. Itulah satu kata penuh makna yang terbesit di dalam hati saya, ketika pertama kali menjejakkan kaki di SMA Labschool Kebayoran sebagai seorang murid. Saya baru menyadari bahwa ternyata sekolah ini benar-benar besar. Ditambah lagi saran dan prasarananya yang lebih komplit ketimbang di SMP 12. Namun, sebenarnya bukan itu saja yang besar di sekolah ini. Saya telah banyak mendengar kabar tentang hebatnya pengurus OSIS di SMA Labschool Kebayoran. Tapi, tak pernah disangka, jika dari dekat mereka terlihat keren di mata saya. Tidak seperti di 12, pengurus OSIS disini tampak gagah dibalik jas yang mereka kenakan itu. Dengan terkagum-kagum saya melewati MOS yang penuh kenangan di Labschool. Tak pernah terpikir bahwa saya akan bangun untuk melaksanakan lari jam 5 pagi. Terlebih lagi kami berlari sambil menyanyikan lagu mars Labschool dengan penuh semangat. Saya sempat kesulitan dalam membuat nametag untuk pertama kalinya. Cukup rumit juga pikir saya, namun dengan bantuan kakak yang mantan alumni Labschool, saya berhasil menyelesaikan dengan tepat waktu. Saya juga terkesan dengan ide-ide yang unik para seksi kesenian OSIS yang menyuruh kami membawa makanan yang aneh-aneh. Kok bisa ada saja idenya.
                Setelah MOS kami diarahkan juga untuk memilih ekstrakulikuler favorit kami. Awalnya saya ingin memilih bola, tapi atas ajakan teman baik saya yaitu Mugi, saya akhirnya memutuskan untuk mengikuti ekskul Pecinta Alam Labschool Kebayoran (PALABSKY). PALABSKY inilah yang membawa banyak perubahan dalam hidup saya. Saya telah menjelajah kemana-mana, mulai dari susur pantai, navigasi darat mendaki Gunung Kencana, ). Lelah, kesal, dan segala unek-unek telah saya lalui dalam menjalankan kegiatan di PALABSKY.. Saya sempat tegang ketika akan menghadapi Pendidikan Dasar Palabsky (PDP) karena inilah yang menentukan masa depan saya di ekskul ini. Syukurlah saya berhasil melewatinya dengan baik, meskipun tidak semulus yang dikira. Saya pun berhasil menjadi Anggota Muda (AM) PALABSKY dengan nama angkatan Adrika Phataka.
                Labschool memiliki 2 program unggulan lainnya yang wajib diikuti siswa/siswinya. Yaitu Trip Observasi (TO) dan Bina Mental Kepemimpinan Siswa (BINTAMA). Trip Observasi adalah sebuah kegiatan dimana siswa & siswi Labschool pergi menginap 5 hari 4 malam di daerah Purwakarta.  Disana kegiatan yang dilakukan bukan hanya sekedar menginap saja, melainkan juga masak untuk kebutuhan sehari-hari, berkenalan dengan orang tua asuh, juga praktek membuat display karya tulis dan melakukan interview dengan warga sekitar. Hampir ¾ dari anak Labschool berkata bahwa TO sangat berkesan terutama pada bagian penjelajahan dan malam api unggunnya. Tapi, jika ditanya tentang pra Trip Observasi (Pra TO) pasti jawabannya  paling menyiksa. Ini dikarenakan pada kegiatan Pra TO inilah kakak-kakak OSIS kami menunjukkan tajinya. Makan komando, mengecat tongkat, dan membuat nametag yang sulit merupakan elemen pokok yang wajib ada di Pra TO. Argumen tentu wajib dilatih di Pra TO, karena saat inilah setiap angkatan memiliki nama dan ketua angkatannya tersendiri. Misalnya angkatan saya, yaitu angkatan Nawa Drastha Sandyadira dengan ketua angkatannya yaitu Nabel, Danto, dan Olaf. Saya sangat bangga memiliki ketua angkatan seperti mereka dan  termasuk ke dalam angkatan 9 Nawastra.
                BINTAMA juga merupakan kegiatan yang berkesan. Kami melaksanakan kegiatan ini di Grup 1 Kopassus, Serang, Banten. Hampir seperti Pra TO, hanya saja disini tidak ada nametag dan tongkat, dan yang mengendalikan acara bukanlah OSIS melainkan para tentara Kopassus. Tanpa perlu basa-basi kami pun belajar patuh dan disiplin pada aturan. Yang lebih menarik, tentara di Kopassus banyak memiliki bakat isitimewa. Ada yang bisa sulap, main musik, jago elektronika. Dan lebih hebat lagi semuanya jago melawak, jadi meskipun kami penuh dengan keteraturan dan kedisiplinan saat BINTAMA, tetapi humor selalu mengalir disini. Kami pun menjalankan BINTAMA dengan penuh suka cita.
                Singkat cerita saat ini saya telah menjalani kesibukan di kelas XI IPA. Saat ini saya bukan lagi pusing seperti anak kelas X yang menjalani kegiatan. Tapi, pusing bagaimana cara mengatur dan membuat kegiatan tersebut berjalan lancar. Sekarang saya telah menjabat sebagai ketua PALABSKY periode 2010-2011 dan juga sebagai koordinator seksi Bela Negara OSIS Dranadaraka Wiraksaka. Setelah  terlebih dahulu melewati Lari Lintas Juang (Lalinju) pada bulan Agusutus. Satu kutipan yang selalu saya ingat untuk memacu semangat saya dalam belajar berorganisasi adalah kata-kata Ketua OSIS angkatan 2 yang diturunkan ke ketua OSIS angkatan 8, "Kami adalah yang terbaik, kalian tidak mungkin bisa lebih baik daripada kami. Tapi jika kalian bisa, maka kami akan sangat bangga."
              Ternyata berposisi sebagai kakak kelas dalam suatu organisasi memang terasa lebih berat ketimbang jadi peserta. Sebagai pengurus di PALABSKY, kami sedang mengurus proker-proker kami yang dekat. Seperti Rafting dan Eksplorasi Rinjani.  Dan proker besar yang sedang menanti kami sebagai pengurus OSIS adalah Sky Nation dan Sky Avenue. Sky Nation adalah lomba gerak dasar baris-berbaris yang merupakan proker utama seksi OSIS bela negara. Sedangkan Sky Avenue adalah pensi SMA Labschool Kebayoran yang bertujuan mengangkat nama Labschool kehadapan publik. Saya percaya semua proker ini dapat berjalan dengan baik melalui kerjasama yang apik. Kami setidaknya ingin meninggalkan kesan baik sebelum nantinya diganti lagi oleh penerus di bawah kami.
                Harapan dan impian saya ke depan adalah berhasil lulus SMA dengan nilai sempurna, masuk ITB jurusan mesin, dan bisa bersekolah di luar negeri. Saya ingin sekali pergi ke negeri Jepang dan Korea Selatan karena tertarik dengan kebudayaannya. Saya juga sangat berminat untuk berkelana di Eropa, menyaksikan menara Eiffel dari dekat dan berfoto dengan pemain favorit saya Lionel Messi. Saya juga ingin bergabung ke dalam WANADRI, sebuah organisasi pecinta alam ternama se-Indonesia. Saya ingin memperoleh esensi dari kepecintaalaman yang lebih dalam, dan memahami apa arti sesungguhnya dari bersahabat dengan alam.  Saya ingin membekali diri saya dengan baik, sebelum nantinya terjun langsung ke dunia pekerjaan yang memiliki tantangan yang meningkat. Dengan mempunyai pekerjaan yang bagus dan mental yang kokoh, saya dapat memiliki modal kuat untuk membina keluarga saya kelak nanti. Saya percaya bahwa semua harapan dan impian saya dapat terkabul, melalui kerja keras, usaha yang tekun dalam menggapainya, serta tetap tawadhu dan berdoa atas segala kehendak Allah SWT. Saya pernah berhasil membuktikannya dan saya akan melakukannya lagi.
Bermain Bebek

Umur 1 tahun

Rindu Ibu

Baersama Ayah di Borobudur
Umroh dengan Keluarga
SD Darut Taqwa
Lalinju

Dengan sang Kakak



Sobat Pengurus di Gunung Kencana
Long live Adrika Phataka! @ Mt. Kerinci

1 komentar:

  1. ass.
    Apa kabar? Alhamdulillah, anakku Fajar yang punya cita-cita tinggi saat SD, masih ingat sekolah dan guru-gurunya. apakah kamu juga masih ingat wali kelasmu di kelas IV? coba tebak namanya? kalau ke surabaya jangan lupa mampir ke darut taqwa lagi. wassalamm

    BalasHapus