Selasa, 12 April 2011

16 Tahun Hidup Saya



Setiap sesuatu pasti ada permulaannya, begitupun dengan saya. Tanggal 27 Februari 1995 merupakan hari yang membahagiakan bagi orang tua saya. Anak pertama mereka yaitu saya lahir di sebuah rumah sakit di Jakarta. Saya merupakan anak dari bapak saya Sukma Wijaya dan ibu saya Siti Aisyah. Sejak saat itulah kehidupan saya dimulai. Pada tahun 1998 tepatnya pada tanggal 29 September, saya memiliki adik pertama bernama Shabrina yang menjadi adik saya satu-satunya. 
Sebagian besar hidup saya saat masa baru lahir sampai Sekolah Dasar dihabiskan di rumah kakek dan nenek saya di kompleks Taman Alfa Indah F3/36. Saat SD kelas 2, saya pindah rumah ke kompleks yang sama namun hanya berbeda gang. Dua rumah yang di dalamnya terdapat banyak kisah kehidupan masa kecil saya hingga sekarang. Walaupun sudah pindah rumah, saya tetap sering berkunjung ke rumah nenek saya karena jaraknya yang sangat dekat. Di kompleks tersebut, saya memiliki teman baik. Mereka tiga bersaudara bernama Aca, Yudha, dan Citra. Kami berteman sejak TK dan tumah yang dekat pula yang menyebabkan saya sering berkunjung ke rumahnya. 

Pada saat balita, postur tubuh saya cukup gemuk jika dilihat dari foto saya saat baru lahir. Kemampuan saya saat balita berkembang dengan cukup pesat. Ibu saya mengatakan bahwa pada umur sekitar 9 bulan saya sudah bisa berjalan sendiri. Dan anehnya saya bisa berjalan karena terjadi mati listrik. “Waktu itu abang lagi belajar jalan, lalu tiba-tiba mati lampu. Abang langsung lari ke papah. Sejak itu abang langsung bisa jalan.” Kata Ibu saya. 

Namun saat balita juga, saya pernah mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan terdapat cekungan pada kepala saya. “Waktu itu kamu sedang lari-larian lalu terjatuh dan kepala kamu jatuh di batu.” Kata Ibu saya menjelaskan. Walaupun begitu, kecelakaan tersebut tidak memiliki dampak yang berarti pada saya. 

Pada masa balita juga, saya pernah mengalami trauma dengan balon kempis. Hal yang masih belum saya ketahui alasannya hingga sekarang. Pada sekitar umur 4 tahun, setiap saya melihat sebuah balon yang kempis dan melayang kesana-kemari saya selalu berteriak sambil menangis. “Abang dulu kalo liat balon kempis langsung teriak Buang! Buang!” jelas ibu saya.



Pendidikan saya dimulai dari saat TK. Saya masuk TK Citra Ananda yang berada di kompleks perumahan saya pada umur 4 tahun karena kemampuan menulis dan berbicara saya saat itu sudah baik. Menurut Ibu saya, saat saya TK saya sangat ingin privasi. Setiap Ibu atau Bapak saya mengintip ke dalam ruangan, saya selalu mengusir mereka. Tidak seperti adik saya yang selalu meminta Ibu untuk tetap berada di ruangan tanpa bergerak sedikitpun. Masa TK saya berlangsung dengan lancar, tanpa ada masalah dengan guru dan menjadi salah satu murid kesayangan guru TK saya hingga sekarang.

Hal yang paling mengerikan yang saya ingat saat TK adalah saya pernah terjepit di tangga perosotan yang berada di arena bermain di TK saya. Saat itu saya sedang bermain dengan teman baik saya saat TK yang bernama Tommy. Ketika menaiki tangga perosotan, saya mendapati Tommy melewati bawah perosotan. Entah bagaimana ceritanya saya langsung memasukkan kepala saya ke celah tangga perosotan tersebut dengan harapan saya bisa mengejar dia. Yang terjadi adalah badan saya terjepit mengarah ke luar perosotan. Saya sangat panik saat itu dan tiba-tiba saya dipanggil guru saya dari kejauhan yang tidak tahu-menahu soal kondisi naas saya. Namun, saya juga masih belum tahu kenapa saya akhirnya bisa keluar setelah dipanggil oleh guru saya tersebut. Hal yang aneh tapi terus teringat oleh saya




Masuk ke zaman SD. Saya tergolong cepat untuk masuk SD karena waktu masuk pertama kali saya masih berumur lima setengah tahun. Saya bersekolah di SD Negeri 05 Pagi atau disebut juga SDN Mexico Pagi. Sama seperti saat TK, saya juga sangat menginginkan kebebasan saat saya bersekolah. Ibu saya menjelaskan “Abang dulu waktu dijempun ramai-ramai sampai ada Ninik sama Aki Abang bilang “Pada ngapain sih ramai-ramai jemput Abi? Memang mau arisan?””.

Saat kelas satu, saya sempat dimarahi oleh guru saya karena penulisan huruf a saya berbeda dengan yang diajarkan guru. Pertama kali saya menulis a bentuknya bulat dengan tangkai di belakangnya yang akhirnya saya rubah menjadi huruf a seperti di tulisan ini. SD saya hanya memiliki dua kelas yang masing-masng kelasnya beranggotakan 40 orang. Walau begitu, di SD saya tidak mengenal pengacakan kelas kembali saat naik kelas sehingga saya terus bersama teman saya di kelas B selama 6 tahun yang mengakibatkan saya kurang mengenali teman saya yang berada di kelas A.
Saat SD kelas dua, saya ingat waktu itu karena saat guru keluar dan sedang berjalan menuju kemari, saya bersama teman-teman saya mengintip dan berteriak “Bu Guru datang!” dan ketika guru masuk kami semua dipukuli penggaris kayu panjang walaupun dengan tidak terlalu keras. Saya pun sebenarnya bingung kenapa dimarahi, itu kan bukan apa-apa.

Saya suka sekali dengan olahraga. Namun, saat itu saya pernah dimarahi guru olahraga saya karena bermain-main saat berolahraga. Waktu itu kami sedang bermain kasti dan kebagian posisi jaga. Saya bersama teman saya Doni malah bermain suit dan saat bola sudah dipukul dan bolanya mengarah ke kami, kami diam saja sehingga guru menghampiri kami dan mencubit bagian sekitar jambang kami sambil dibawa ke tengah lapangan dan kami dimarahi guru kami yang bernama Pak Hutah.
Saat SD kelas tiga, saya memiliki wali kelas seorang perempuan bernama Bu Budi. Dia adalah pemeluk agama Kristen yang taat namun juga memiliki sifat toleransi yang tinggi. Namun sebenarnya bukan hanya itu yang spesial. Saat itu saya bertengkar dengan teman baik saya yang bernama Ariel hanya karena masalah game. Kami berdebat kalau tidak salah tentang game GTA. Hanya dengan hal sepele itu kami berdebat sampai menangis. Walaupun beberapa menit setelah kejadian itu pun kami berdamai lagi

Masa yang paling saya senangi saat SD adalah pada saat kelas empat SD. Kelas empat di SDN Mexico memiliki ruangan yang cukup sempit di sebelah hall. Walau begitu, wali kelas saya yang bernama Ibu Cicih membuat suasana kelas menjadi menyenangkan. Saya ingat sekali kami pernah melakukan berbagai percobaan yang salah satunya adalah percobaan yang membuktikan bahwa telur dapat melayang di air dan diakhiri dengan makan telur bersama di kelas. 

Di kelas empat pula saya memiliki teman bernama Toni. Dia sepertinya keturunan bule dengan badannya yang besar dan juga botak. Dia merupakan anak yang sangat badung menurut saya waktu itu. Dia sering menangisi Bu Cicih dan pernah membanting teman saya yang bernama Faqih. Dia pun membuat kami kesal dan akhirnya kami mendukung pengeluaran dia dari sekolah tersebut.
Tahun berganti dan saya pun naik ke kelas lima. Untuk urusan akademik, saya tidak mempunyai banyak masalah sehingga yang saya ingat adalah kejadian memalukan. Saat itu saat istirahat dari pelajaran marching band, saya berbicara dengan teman saya yang berujung dia mengejek saya dan akhirnya saya menangis. Memang saya tergolong cengeng dulu sehingga disinggung sedikit saya sudah bisa menangis. Kami pun akhirnya didamaikan oleh guru marching band tersebut.
Namun dari marching band pula saya pertama kalinya melakukan penampilan di depan pemerintah. Saat itu kalau tidak salah sedang ada festival saat kenaikan kelas yang mengundang beberapa pemerintah. Dengan pianika Yamaha saya, kesempatan itu saya lakukan dengan baik dan kami sangat senang dapat memainkan pertunjukkan dengan baik.

Tidak terasa akhirnya saya telah memasuki masa terakhir saya di SD. Sedih sekali rasanya harus berpisah dengan teman-teman SD saya walaupun saya masih menemuinya beberapa di SMA. Saya sangat ingat saya dipuji oleh wali kelas saya. Dia mengatakan “Usia memang sangat berpengaruh pada kemampuan berpikir anak, tapi Alhamdulillah kita di sini punya teman yang walaupun usianya muda, ia bisa tetap bertahan. Teman kita itu adalah Abi”. Tentu saja saya sangat senang dipuji seperti itu. Saya pun menjadi termotivasi untuk terus belajar.

Hal yang paling saya ingat waktu itu adalah saat menjelang masa-masa kelulusan. Di saat kami semua mencari sekolah, saya hanya mendaftar ke SMP Labschool Kebayoran dan SMP An-Nisaa. Setelah mengikuti tes dan tidak lulus di Labschool saya langsung mendaftar ke SMP An-Nisaa dan langsung lulus karena hasil tes saya mencukupi. 

Di antara lika-liku kelanjutan sekolah tersebut, teman saya yang bernama Kiki atau sekarang saya panggil Kiawan yang juga menjadi teman SMA saya lulus SMP Labschool Kebayoran setelah berdiskusi dengan kepala sekolahnya. Waktu itu memang dia terlalu memamerkan kelulusannya sehingga semuanya termasuk saya diajak untuk mendiamkannya. Saya sempat mendiamkannya selama tiga hari namun akhirnya saya meminta maaf dan membantu menjadi mediator dari perselisihan tersebut. Dan akhirnya kami semua berdamai. 

Selain kejadian tersebut, saya mengalami kejadian memalukan terakhir di masa SMP saat ujian praktek Agama. Walaupun tergolong anak yang berbudi pekerti baik, jujur saya masih belum paham agama waktu itu. Saya dimarahi oleh guru Agama saya yaitu Bu Aam karena saya tidak hafal niat wudhu dan doa setelah wudhu. Saya sangat menyesal waktu itu dan langsung menghafalkannya setelah ujian praktek. Guru saya tersebut akhirnya meninggal dunia beberapa bulan sebelum saya menulis autobiografi ini. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.

Akhirnya tibalah saat pelepasan kami. Acara wisuda SD kami waktu itu diselenggarakan di Ballroom Hotel Atlet Century Park. Kami menampilkan beberapa lagu kepada para orang tua murid. Namun, saat teman-teman saya pentas menampilkan lagu ‘menuju puncak’ saya tidak ikut pentas karena entah mengapa saya tidak diajak ikut latihannya. Akhirnya acara selesai dan kami semua berpisah. Suatu momen yang sangat mengharukan. Namun memang kita harus bergerak maju dan berjuang secara masing-masing untuk mencapai kesuksesan.


Akhirnya masuklah saya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Sekolah Menengah Pertama. Saya pergi ke SMP An-Nisaa di daerah Pondok Aren yang sebenarnya jauh dari rumah saya di daerah Joglo. Di situlah saya pertama kali merasakan yang namanya MOS. Walaupun tidak ada bullying, namun saat itu saya cukup tegang memulai 3 hari pertama di SMP. Saya ingat kami semua pernah dimarahi oleh OSIS karena hal yang akhirnya kami tahu itu sebenarnya dibuat-buat dan tidak terjadi.
Hal yang paling saya ingat saat MOS SMP adalah saat pentas seni. Kelompok kami waktu itu menampilkan pentas tentang putri mas. Saya waktu itu menjadi kakek si putri mas dan neneknya diperankan oleh teman saya Setha. Saat itu pentas kami tidak begitu bagus namun di akhir cerita si raksasa yang diperankan oleh Fauzan dilempari oleh kertas.

Hari pertama setelah MOS saya mulai memasuki ruang kelas. Ruang kelas yang sederhana sebenarnya namun enak untuk ditempati. Saya masuk kelas 7U waktu itu dengan wali kelas Ibu Uthie. Kelas saya tergolong kelas pintar karena terdapat banyak anak pintar. Karena jumlah murid di angkatan yang hanya 58, saya sangat mengenal setiap teman saya di SMP. 7U memberikan suasana kompetisi yang sangat baik bagi saya, walaupun begitu mereka semua sangat bersahabat walau di awal banyak dari mereka yang iseng.

Minggu pertama setelah mos, saat sedang mengerjakan tugas di kelas penghapus saya direbut oleh Fauzan, teman saya yang berpostur tubuh besar dan tinggi. Saya mencoba merebutnya dan akhirnya putus asa dan menangis. Teman saya sontak meminta maaf dan mengembalikan penghapus saya. Sebenarnya saya malu karena kesan pertama saya ke teman adalah saya cengeng.

Pernah suatu ketika juga saat catatan sangat banyak saya bercanda sedikit ke teman saya. Saya mengatakan “kalau kita boleh bawa hp, gue nyatet ini pake hp aja” namun teman saya yang juga termasuk Fauzan menganggap saya sombong dan membuat pernyataan bahwa hp saya dibalut emas dan sebagainya. Akhirnya saya kembali menangis dan kali ini masalah diselesaikan oleh guru matematika saya Bu Sri. Lama kelamaan, sifat cengeng saya berhasil saya kurangi setelah diberikan tips-tips oleh Ibu saya.

Setahun pertama di SMP akhirnya saya lewati dengan cukup baik. Memasuki tahun kedua di SMP, saya berada di kelas 8B dengan wali kelas Pak Budi. Saat pemilihan ketua kelas, saya akhirnya ditunjuk langsung oleh semua teman untuk menjadi ketua kelas. Satu kesempatan yang sangat baik untuk melatih kepemimpinan saya. Secara keseluruhan urusan kelas saya berjalan lancar walaupun sempat ada satu masalah dengan guru matematika yang tidak saya selesaikan dengan baik.

Saya sangat menyukai sepak bola. Saya mengikuti ekskul sepakbola selama dua tahun berturut-turut. Walau tergolong memiliki postur yang kecil saya cukup berani untuk menjadi penyerang walaupun bermain dengan kurang baik. Pada tahun kedua saya berpidah posisi sebagai kiper hingga sekarang. 

Selain sepakbola, saya juga menyukai hal-hal yang berkaitan dengan computer. Sejak SMP saya sudah sering duduk di computer selama berjam-jam walaupun hanya untuk bermain dan browsing internet. Namun sejak itu keingintahuan saya tentang komputer bertambah.

Akhirnya kami memasuki tahun terakhir di SMP yaitu kelas Sembilan. Saya kembali bertemu Pak Budi sebagai wali kelas saya di kelas 9B. Bagi saya, kelas Sembilan merupakan salah satu titik perubahan dalam hidup saya dan merupakan tahun terbaik saya selama masa SMP. Di masa inilah kami seangkatan semakin saling mengenal satu sama lain. Mulai dari masa kelas Sembilan inilah saya akrab dengan siapa saja. Yang tadinya hanya akrab dengan sesama laki-laki saya pun juga akrab dengan teman perempuan sehingga bisa dibilang hubungan sosial saya semakin meningkat.
Masa ini adalah masa paling merindukan karena kedekatan kami membantu saya untuk selalu ceria dan terus berjuang di masa-masa menjelang ujian nasional. Guru-guru semakin bersahabat dan semakin semangat memompa semangat kami semua. Saya merasa sangat beruntung mempunyai teman seperti mereka walaupun hanya ber58 orang. Saat yang paling menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi saya pada masa SMP adalah saat pengumuman kelulusan. Di satu sisi, kami semua senang karena bisa lulus 100% dari Ujian Nasional. Namun, hal itu juga merupakan pertanda. Kami semua akan berpisah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kami semua pun akhirnya berpisah dan melanjutkan ke sekolah masing-masing. Kami semua tersebar di berbagai sekolah. Saya sendiri walau awalnya sudah pasti akan bersekolah di SMA Izada yang notabene satu yayasan dengan SMP saya akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMA Labschool Kebayoran setelah diterima di sana. Dengan ini dimulailah karir saya di SMA.

Hari pertama masuk pun tiba. Kesan pertama saya terhadap Labschool adalah keras. Kami harus berjuang menerima tekanan mental dari kakak-kakak OSIS pada saat MOS dan yang lebih parahnya lagi adalah metode makan komando yang sangat menyiksa pernapasan dan mulut. Banyak sekali kegiatan untuk murid awal tahun di Labschool. Mulai dari MOS, Trip Observasi, LAPINSI bagi yang ingin, TPO, dan BINTAMA. Semua kegiatan di atas jelas terisi dengan bentakan-bentakan dari kakak OSIS yang sepertinya semakin hari semakin menjadi-jadi. Namun karena kegiatan tersebut, saya merasa mental saya lebih terangkat untuk menjalani hidup. Sejak masuk Labschool saya sangat jarang sakit dan jarang merasa takut. Walaupun menderita tapi sebenarnya ada manfaatnya juga.
Kelas sepuluh merupakan masa adaptasi saya terhadap banyaknya siswa di SMA Labschool Kebayoran. Jumlah teman seangkatan di Labschool adalah yang paling banyak yang pernah saya dapat. Saya sempat kesulitan mengenal teman-teman saya terutama saat saya masih berada di kelas akselerasi yang letaknya terpencil di dekat masjid. Tapi, saya berhasil menjalani kehidupan dengan baik di Labschool dan meraih prestasi yang cukup memuaskan selama kelas 1.

Jika di kelas 10 sangat berat, kelas 11 justru sebaliknya. Kelas 11 merupakan kelas yang paling santai menurut saya karena sangat banyak waktu yang tersedia untuk belajar. Walaupun saya menjadi OSIS yang harus membagi waktu belajar dengan kegiatan, saya rasa kelas 11 masih merupakan kelas yang tersantai.
Kelas sebelas juga merupakan titik perubahan kedua dalam hidup saya setelah masa SMP kelas 9. Hal yang paling mencolok adalah saya mengubah gaya rambut saya dari yang tadinya botak menjadi sedikit panjang. Hal yang menurut saya paling berubah adalah masalah perasaan yang tidak bisa saya tuliskan di sini karena merupakan hal pribadi.
Secara keseluruhan, angkatan saya di SMA Labschool Kebayoran yang bernama ‘Nawa Drastha Sandyadira’ merupakan angkatan yang sangat seru, kreatif, bersahabat, dan sejujurnya sedikit nyeleneh. Walaupun begitu, kami semua tetap satu angkatan yang masuk bersamaan dan semoga akan lulus bersamaan juga.
Di masa SMA, saya mengikuti banyak kegiatan seperti futsal, rohis, pemeriah, dan komunitas computer di sekolah saya. Namun yang paling berkesan dari semua yang saya ikuti adalah ketika saya dilantik menjadi pengurus OSIS ‘Dranadaraka Wiraksaka’ pada tanggal 17 Agustus 2010. Sebuah perjuangan yang cukup berat menurut saya karena harus mengikuti lebih banyak kegiatan dari siswa yang tidak berminat menjadi OSIS. Selain itu, kami semua juga harus melakukan banyak latihan untuk melaksanakan LALINJU atau Lari Lintas Juang yaitu lari sejauh 17 km dari TMP Kalibata sampai SMA Labschool Kebayoran pada 9 Agustus 2010. Sebuah perjalanan yang sangat melelahkan namun meninggalkan banyak kenangan dan saat perjuangan itu diakhiri dengan pelantikat pada tanggal 17 Agustus menjadikan LALINJU sebagai salah satu momen tak terlupakan dalam hidup saya.
Sebagai OSIS, kami pun harus mendampingi adik kelas dalam berbagai kegiatan terutama kegiatan Trip Observasi. Saya sendiri merasa senang mempunyai adik kelas yang dapat akrab dengan saya karena saya selalu tidak bisa akrab dengan kakak kelas sejak saya SD. Bagi saya, OSIS memberikan banyak pengalaman tentang bagaimana memimpin suatu kelompok dan juga bagaimana kita mengatur suatu acara yang akan kita buat.

Saya mengambil bidang rohani dalam OSIS yang memiliki 3 program kerja, yaitu Sahur On The Spot, Pembinaan Ca-Rohis, dan Lampion. Hal yang paling saya senangi adalah Sahur On The Spot karena kita bersama berbagi makan sahur kepada anak yatim dan sangat menyenangkan saat bisa melihat mereka makan dengan lahapnya. Namun, yang terberat bagi saya adalah Lampion karena saya mengetuai acara tersebut. Saya merasakan perjuangan yang benar-benar berat saat merencanakan Lampion. Dari acara ini saya akhirnya mengerti bagaimana sirkulasi keuangan itu sangat penting bagi kita. Banyak sekali yang harus kita atur, mulai dari bagaimana mempertahankan jumlah peserta hingga mencari dana kesana-kemari. Bahkan kami sempat dibuat bingung karena sampai hari H biaya yang ada masih kurang, untungnya ada pertolongan dari orang tua murid yang bersedia memberikan donaturnya kepada kami. Hal tersebut merupakan pengalaman paling berharga bagi saya dalam hal mengorganisir suatu acara.

Pengalaman-pengalaman yang telah saya dapatkan tersebut memacu saya untuk terus bergerak kedepan. Saya akhirnya percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Segala hal yang ingin kita lakukan asalkan itu baik dan bermanfaat pasti bisa tercapai asal kita mau bekerja keras. Begitu juga dengan impian saya di masa depan.

Seperti yang saya tulis di atas, saya sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan computer. Saya bercita-cita untuk menjadi desainer grafis yang senantiasa membuat suatu karya seni yang memiliki nilai keindahan dan komersil. Saya percaya dengan apa yang dikatakan guru saya. Mendapatkan uang itu mudah, semua hal bisa dijadikan uang asal kita tahu caranya dan mau berusaha.
Seperti sekarang ini, mungkin saya masih merasa berat untuk mencerna pelajaran yang diberikan oleh guru terutama pada mata pelajaran biologi. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin bukan? Saya yakin saya dan seluruh teman seangkatan saya pasti bisa melaksanakan segala sesuatu yang ada di sekolah dan kami semua akan lulus seangkatan dengan nilai yang memuaskan. Amin!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar