Selasa, 24 Mei 2011

Saya dan Tokoh Sejarah, Belajar Dari Masa Lalu Untuk Kehidupan Masa Depan Yang Lebih Baik

Pertempuran terus berlanjut hamper di seluruh wilayah Indonesia. Perjuangan Ri selain fisik juga mulai memasuki perjuangan secara diplomatic, meskipun Belanda benar-benar ingin menjajah kembali, bahwa konflik Indonesia-Belanda sebagai urusan dalam Negeri Belanda.
            Ketika kota Kediri diserbu Belanda secara besar-besaran dari arah kota Blitar-Malang, jajaran TNI, para pejuang, polisi, pemerintah setempat, tampak kurang waspada. Perhatian terpusat pada operasi pembersihan terhadap pengikut PKI Moeso/FDR di kota Madiun dan sekitarnya. Akhirnya TNI, Polisi, para pejuang terpaksa mundur meninggalkan kota melakukan perang gerilya sekaligus mengadakan konsolidasi satu sama lain atau membentuk kelompok-kelompok perlawanan. Anggotanya dari berbagai kesatuan yang terpisah dari induk pasukannya, hanya beberapa kesatuan besar yang masih solid seperti Bat. Sikatan, Bat. Branjangan, Bat. Gelatik, Bat. Sriti, Bat. Mliwis, MB. Polisi, TRIP/TGP, dan lain-lain.
            Begitu pula sejumlah anggota Bat.Tech.Det.Genie VI terpencar-pencar, sebagian besar ke desa Banyakan/Mrican, sebagian kecil ke Desa Pesantren. Disinilah kakek saya bergabung bertemu kembali dengan senior-senior beliau seperti Ishak Serma, Soewardi, Soekardi al. Soekandar, Samoeri, Toekimin, dan Samsoeri.
            Di Desa Pesantren didirikan pos regu gerilya, dibawah pimpinan Sers.May dan Soekardi al.Soekandar. Regu ini adalah salah satu kelompok gerilya yang bertebaran di wilayah kota Kediri, dari desa ini kakek saya beserta rekan-rekannya siap dan telah melakukan kegiatan menghadang konvoi kendaraan musuh di jalurKediri-Blitar, menyusup ke dalam kota menghadang patroli malam, sniping ke pos musuh, melakukan tembak-menembak sejenak, lalu mundur menghilang dalam gelap.
            Pada akhir Desember 1948 pukul 08.00, kakek saya beserta 15 rekannya bersenjata lengkap menghadang konvoi kendaraan musuh di jalur kota Kediri-Blitar. Terjadilah tembak menembak. Sekitar bulan Februari 1949, sebanyak 14 orang di bawah pimpinan Sers,May Moh. Ishak, memisahkan diri dan membentuk regu baru. Kakek saya beserta rekannya dengan penuh kesabaran menunggu patroli musuh, berjam-jam dalam keadaan hawa dingin, meski ngantuk dan diganggu nyamuk, hingga pukul 03.00 dini hari, patroli belum datang. Dalam kesunyian pagi, tiba-tiba terdengar ledakan dari arah persembunyian Moh.Ishak, dan terdengar rintihan minta tolong. Ternyata, ledakan berasal dari granat yang digenggam Moh.Ishak jatuh, karena ngantuk, meledak mengenai diri sendiri.
            Lama tidak ada penghadangan serdadu Belanda, kakek saya beserta rekannya sekitar April 1949 mulai melakukan gerilya lagi di jalur konvoi Wates-Kediri. Saat serdadu Belanda datang, mereka turun dari truk dan langsung bergerak ke Desa Dander, Loksongo, mengacak-acak perkampungan dan menembak mati setiao ketemu penduduk laki-laki, membakar rumah-rumah Desa Dander, Desa Pesanren. Korban yang ditembak mati sebanyak 11 orang. Pada bulan mei 1949, ada seorang perwira muda MB polisi bernama pak iman, datang ke Desa Pesantren untuk ikut menghadang patroli musuh dalam kota yg akan dilakukan. Setiap malam dimulai pukul 02.00 bergerak dari Tangsi Kuwak terus melewati Jalan Raya Desa Burengan, Pasar Pahing, Jamsaren, Joyoboyo, Ringingirih, Ngadisimo terus kembali ke markas. Setelah sampai di depan stasiun KA Pasar Pahing, kakek saya dan rekannya berhenti sambil memerhatikan situasi, akhirnya kakek saya yang memanggul trekbom meletakkannya di pinggir jalan raya dekat rel KA setelah timur stasiun, lalu kakek saya tutupi daun pisang bekas pakai orang untuk pelindung hujan yang berserakan di jalan dan kakek saya di kawal oleh Soekardi. Esok hari pukul 05.00 serdadu Belanda mendadak mengadakan  gerakan pembersihan. Hasil penghadangan patrol dekat Pasar Pahing adalah sebuah Panserwagen rusak dan ada bekas ceceran darah.
            Pada Bulan Mei 1949, kakek saya setelah beristirahat, mulai bergerak lagi menghadang konvoi kendaraan serdadu Belanda, setiap sore konvoi rutin pulang kembali dari Kota Wates ke Kota Kediri. Ketika matahari mulai terbenam, sekitar bulang juni 1449 kakek saya bergegas mempersiapkan perlengkapan untuk menyusup ke kota. Pukul 7 malam dari pos Desa Pesantren, kakek saya berserta rekannya berangkat berjalan menelusuri pinggriran sawah. Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah pos Serdadu Belanda yang ada di pabrik Pari di Desa Banjaran, disusul dari Tangsi Kuwak. Kakek saya merunduk berjalan selangkah demi selangkah menuju Desa Bangsal. Menghindari patroli Belanda. Saat sedang merayap ternyata telah memasuki area kuburan Desa Burengan.
            Sejak zaman Belanda, Desa Pesantren sudah terdapat pabrik gula dengan hasil produksi yang berkualitas. Markas Belanda menempati rumah Loji Besar I dan II, dengan komandan bernama Stoneting. Senjata pertama Grup Gerilya sejak awal adalah trekbom, drukmyin, tortil block, granat, brandflash. Perang Gerilya selama di Desa Pesantren cukup memuaskan, walaupun banyak yang gugur. Pada awalnya ketika kota Kediri di serbu oleh serdadu Belanda dari arah blitar/malang kakek saya dan temennya terpencar, kemudian terhimpun regu baru. Regu gerilya yang di pimpin oleh Sers.May  M. Ishak, Sers.May Soewardi dan Soekardi  al. Soekandar terus mendirikan pos tanpa persiapan logistik. Jika tidur gelar tikar bersama, berjajar dan tidak ada yang mengeluh.
            Tersiar berita persetujuan genjatan senjata sekitar Agustus 1949 oleh Presiden Soekarno, selaku Panglima APRI dan wakil tertinggi mahkota Belanda di Indonesia.  Pada November 1949 kakek saya bergabung ke pemerintahan gerilya di desa Pagut, Blabak, berkumpul dengan kakak kakek saya Rohadi dan Rahadi, Wakil Ass. Wedono R Soepangat, Mantri Polisi R, Soedomo dan Manap. Pemerintah sipil kota timur Kediri dengan KMK (Komando Militer Kota) yang bertujuan untuk memudahkan berjalannya pemerintahan mengikuti perkembangan kantor pusat.
            Setelah kakek saya bergabung ke Pemerintahan Gerilya di Desa Pagut Kota Timur Pesantren Kediri, kakek saya selain menjadi staf, merangkap sebagai Pengawal Ass. Wedana Soepardi bila ada tugas luar. Berita-berita KMB (Konferensi Meja Bundar) yang berlangsung di Den Haag, menghasilkan antara lain ditandatanganinya Akte Penyerahan Kedaulatan RI (Souveriniteits Overdracht) oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Semua jajaran Pemerintah Gerilya masing-masing sibuk mengadakan persiapan. Akhirnya, tiba saat yang dinantikan. Pada tanggal 31 Desember 1949, Pengakuan Kedaulatan RI telah menjadi kenyataan. Kakek saya sadar bahwa Pemerintahan RI mempunyai strategi politik yang sulit. Akhirnya, kakek saya bertekad ingin kembali ke bangku sekolah.
            Setelah lulus dari SMP Negeri di Kediri tahun 1951/1952, kakek saya melanjutkan ke SMEA Doho di Kediri.Kakek saya tambah besemangat ketika bertemu dengan gadis cantik yang menjadi eyang saya, yang bernama Titiek Roekmiati. Setelah pengumuman kelulusan, kakek saya datang ke Jakarta. Di Jakarta, kakek saya di Jl. Gunung Sari bekas milik seorang serdadu Belanda. Pada tanggal 10 Oktober 1955 dengan modal ijazah SMEAN tahun 1954/1955, kakek saya secara resmi diterima sebagai pegawai BDP (Biro Devizen Perdagangan) yang berkantor di Jl. Nusantara 28 (sekarang  Jl.Ir.H.Juanda) Jakata Pusat. Kemudian oleh dinas ditunjuk untuk mengikuti kursus dinas tentang Ordonantie Devizen, Doane, Warenkennis, Statistik Barang Impor, dan lain-lain.
            Selama di Jakarta, kakek saya baru mengirim surat kepada eyang saya hanya sekali, namun eyang saya tidak membalasnya. Kakek saya berpikir pepatah “jika jodoh tak akan kemana”. Pada bulan April 1956, datang sepucuk surat yang ternyata dari eyang saya. Surat itu berisi persutujuan eyang saya untuk memilih kakek saya untuk penjadi pasangan dan meminta kakek saya untuk datang ke Kediri menemui orang tua eyang saya. Pada Juni1956, kakek saya datang ke Kediri, lalu menemui keluarga eyang saya. Akhirnya, orang tua eyang saya merestui hubungan eyang dengan kakek saya. Kakek saya sangat bahagia dengan persutujuan ini. Setelah kesepakatan keluarga dari kedua belah pihak, tanggal 19 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari Akad Nikah/ Pesta Pernikahan yang dimulai dari jam 7 pagi hingga malam. Pada Adat Jawa tidak membenarkan orang tua pihak laki-laki hadir pada saat perayaan. Sejak itu, Titiek Rumiati, putrid pertama Bapak/Ibu Margono, Senior Staff Employee Suiker Fabriek Pesantren, resmi menyandang gelar Mevrouw (Ny.) Moedjiono. Tahun 1957 tanggal 24 Januari, beliau bersama istrinya meninggalkan Kediri menuju Jakarta untuk memulai hidup baru. Esok harinya, beliau tiba di Stasiun Gambir, dan dijemput kakak ipar beserta temannya beliau. Lalu, dengan kendaraan temannya kakek saya, kakek dan eyang saya menuju  ke arah Kebayoran Baru, bukan ke arah Gunung sari, Jakarta Pusat. Sebab, kakek saya telah pindah rumah sejak Desember 1955 ke Radio Dalam Yado Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
            Hari Jumat, 19 Januari 2007 perjalanan hidup kakek dan eyang saya telah sampai ke HUT Pernikahan yang ke 50 atau yang biasa disebut HUT Perkawinan Emas. Keluarga eyang saya terdiri dari satu istri, 6 orang anak (tiga laki-laki dan 3 perempuan), 17 orang cucu (dua orang meninggal ketika bayi). Sekarang kakek saya tinggal berdua dengan eyang saya mensyukuri nikmat dari masa pension hari tua Bank Indonesia, setelah mengabdi kepada Negara sekitar 37 tahun, sejak tahun 1946.

SUKA DUKA SAAT MEWAWANCARAI TOKOH SEJARAH

Saya kesulitan untuk mencari waktu bertemu dengan kakek saya. Saya terlalu disibukkan dengan tugas sekolah, sehingga untuk datang ke rumah kakek saya menjadi tertunda-tunda. Untuk mendapat semua informasi yang saya butuhkan, kakek saya mempunyai berkas yang lengkap. Kakek saya senang menulis. Kakek saya mempunyai buku yang beliau tulis sendiri untuk menceritakan kehidupan perjuangannya di masa lalu. Sehingga, saya dapat menambahkan tulisan dari informasi buku selain wawancara terhadap kakek saya. Pelajaran yang dapat saya ambil adalah berjuang dan jangan mudah menyerah untuk mendapat masa depan yang baik.


Saya dan Kakek saya yang mengenakan pakaian pahlawannya


4 komentar:

  1. Perwira muda pak. Iman itu apa ada fotonya..

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya andhika.nama beliau bukan pak iman.
      Saya cucu keturunan dari pur.kolonel polisi surowidjojo paiman.
      NRP 03110016.
      Bisa hub saya di luciferkorin25@yahoo.com

      Hapus
    2. Saya andhika.nama beliau bukan pak iman.
      Saya cucu keturunan dari pur.kolonel polisi surowidjojo paiman.
      NRP 03110016.
      Bisa hub saya di luciferkorin25@yahoo.com

      Hapus