Senin, 30 Mei 2011

Saya dan Museum Gajah, yang Penuh Koleksi Unik

Tugas 3
Fahmi Aulia Rahman

            Sabtu pagi saya dan teman-teman saya yaitu Anggi, Dita, Ferdie, Faisal, dan Arsa berkesempatan untuk mendatangi Museum Nasional. Museum Nasional bisa juga disebut Museum Gajah berlokasi di Jakarta Pusat, tepatnya dekat dengan Monumen Nasional (Monas).
           
Kami berangkat menggunakan Busway. Kira-kira dari Halte Al-azhar sekitar 15 menit perjalanan. Ketika sampai di Museum Nasional kami membeli tiket. Setelah membeli tiket kami membeli buku tentang koleksi yang berada di Museum Nasional ini. Dibuku itu terdapat keterangan dari berbagai macam koleksi museum ini. Selanjutnya kami melihat-lihat koleksi museum ini.
             Koleksi pertama yang saya kagumi adalah Patung Brahma. Menurut ajaran agama Hindu, Brahma (Dewanagari: ब्रह्मा; ,IASTBrahmā, ) adalah Dewa pencipta. Dalam filsafat Adwaita, ia dipandang sebagai salah satu manifestasi dari Brahman (sebutan Tuhan dalam konsep Hinduisme) yang bergelar sebagai Dewa pencipta. Dewa Brahma sering disebut-sebut dalam kitab Upanishad dan Bhagawadgita. Dalam kitab suci Bhagawadgita, Dewa Brahma muncul dalam bab 8 sloka ke-17 dan ke-18; bab 14 sloka ke-3 dan ke-4; bab 15 sloka ke-16 dan ke-17. Dalam ayat-ayat tersebut, Dewa Brahma disebut-sebut sebagai Dewa pencipta, yang menciptakan alam semesta atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawadgita juga disebutkan, siang hari bagi Brahma sama dengan satu Kalpa, dan Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa, setelah itu beliau wafat dan dikembalikan lagi ke asalnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Menurut agama Hindu, Brahma adalah salah satu di antara Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa). Dewa Brahma juga bergelar sebagai Dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Beberapa orang bijaksana memberinya gelar sebagai Dewa api. Dewa Brahma saktinya Dewi Saraswati, yang menurunkan segala ilmu pengetahuan ke dunia. Menurut mitologi Hindu, Dewa Brahma lahir dengan sendirinya (tanpa Ibu) dari dalam bunga teratai yang tumbuh di dalam Dewa Wisnu pada saat penciptaan alam semesta. Legenda lain mengatakan bahwa Dewa Brahma lahir dari air. Di sana Brahman menaburkan benih yang menjadi telur emas. Dari telur emas tersebut, lahirlah Dewa Brahma Sang pencipta. Material telur emas yang lainnya menjadi Brahmanda, atau telur alam semesta. Menurut cerita kuno, pada saat penciptaan alam semesta, Brahma menciptakan sepuluh Prajapati, yang konon merupakan ayah-ayah (kakek moyang) manusia pertama. Menurut Manusmrti, sepuluh Prajapati tersebut adalah: Marichi, Atri, Anggirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu, Wasistha, Praceta atau Daksa, Briegu, dan Narada. Ia juga konon menciptakan tujuh pujangga besar yang disebut Sapta Rsi untuk menolongnya menciptakan alam semesta. Menurut kisah di balik penulisan Ramayana, Dewa Brahma memberkati Resi Walmiki untuk menulis kisah Ramayana, menceritakan riwayat Rama yang pada masa itu sedang memerintah di Ayodhya. Dewa Brahma memiliki ciri-ciri sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Ada ciri-ciri umum yang dimiliki Dewa Brahma, yakni:ब्रह्मा
  • bermuka empat yang memandang ke empat penjuru mata angin (catur muka), yang mana pada masing-masing wajah mengumandangkan salah satu dari empat Veda.
  • bertangan empat, masing-masing membawa:
  1. Tongkat Teratai, kadangkala sendok (Brahma terkenal sebagai Dewa yadnya atau upacara)
  2. Weda/kitab suci
  3. Busur
  4. Genitri
  • menunggangi hamsa (angsa) atau duduk di atas teratai
Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa. Satu tahun Kalpa sama dengan 3.110.400.000.000 tahun. Setelah seratus tahun Kalpa, maka Dewa Siwa sebagai Dewa pelebur mengambil perannya untuk melebur alam semesta beserta isinya untuk dikembalikan ke asalnya. Setelah itu, Brahma sebagai pencipta tutup usia, dan alam semesta bisa diciptakan kembali oleh kehendak Tuhan.
            Koleksi kedua adalah Menhir. Menhir yang saya lihat berasal dari Nusa Tenggara Timur. Menhir adalah sebutan untuk batu panjang yang berdiri yang dibuat pada masa Megalitik (jaman batu besar). Oleh masyarakat prasejarah dimasa Megalitik, Menhir dibuat sebagai batu peringatan yang erat kaitannya dengan pemujaan arwah nenek moyang (leluhur). Pada awalnya, menhir hanya dibuat polos namun dalam perkembangannya menhir dibuat dengan berbagai variasi motif hias yang umumnya mengandung makna tertentu biasanya berkaitan dengan nenek moyang dan lambang kebesaran. Motif hias tersebut antara lain; geometris, binatang dan muka manusia (kedok). Pada menhir dari Nusa Tenggara Timur ini tampak dilengkapi dengan motif hias binatang kadal pada bagian depan dan belakang badan menhir. Pada bagian depan menhir, motif hias kadal tampak digayakan (distilir) sehingga menyerupai muka manusia. Motif hias kadal dianggap sebagai lambang nenek moyang dan dipercaya memiliki kekuatan magis untuk menolak bala. Di Nusa Tenggara Timur, menhir biasanya didirikan di depan kuburan seorang tetua/tokoh masyarakat atau seorang yang memiliki status sosial tinggi. Pendirian menhir ini dilengkapi dengan berbagai motif hias dan ada pula yang dilengkapi dengan arca diatasnya sebagai lambang orang yang meninggal.
            Koleksi ketiga adalah Prasasti. Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir dari zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, dimana masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajai tentang prasasti disebut Epigrafi. Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan. Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan tulisan di batu nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu pertama atau peresmian suatu proyek pembangunan. Dalam berita-berita media massa, misalnya, kita sering mendengar presiden, wakil presiden, menteri, atau kepala daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan seterusnya dengan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti. Dengan demikian istilah prasasti tetap lestari hingga sekarang. Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta, dengan arti sebenarnya adalah "pujian". Namun kemudian dianggap sebagai "piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan". Di kalangan arkeolog prasasti disebut inskripsi, sementara di kalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu bersurat. Meskipun berarti "pujian", tidak semua prasasti mengandung puji-pujian (kepada raja). Sebagian besar prasasti diketahui memuat keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi sima atau daerah perdikan. Sima adalah tanah yang diberikan oleh raja atau penguasa kepada masyarakat yang dianggap berjasa. Karena itu keberadaan tanah sima dilindungi oleh kerajaan. Isi prasasti lainnya berupa keputusan pengadilan tentang perkara perdata (disebut prasasti jayapatra atau jayasong), sebagai tanda kemenangan (jayacikna), tentang utang-piutang (suddhapatra), dan tentang kutukan atau sumpah. Prasasti tentang kutukan atau sumpah hampir semuanya ditulis pada masa kerajaan Sriwijaya. Serta adapula prasasti yang berisi tentang genealogi raja atau asal usul suatu tokoh. Pada zaman kerajaan Islam, prasasti menggunakan aksara dan bahasa Arab ataupun aksara Arab namun berbahasa Melayu aksara Pegon. Sebagian besar prasasti terdapat pada lempengan-lempengan tembaga bersurat, makam, masjid, hiasan dinding, baik di masjid maupun dirumah para bangsawan, pada cincin cap dan cap kerajaan, mata uang, meriam, dll. Pada masa yang lebih muda yaiyu masa kolonial, aksara Latin banyak digunakan, meliputi bahasa-bahasa Inggris, Portugis, dan Belanda. Prasasti Latin umumnya terdapat pada gereja-gereja, rumah dinas pejabat kolonial, benteng-benteng, tugu peringatan, meriam, mata uang, cap, dan makam. Prasasti beraksara dan berbahasa Cina juga dikenal di Indonesia yang tersebar antara masa Klasik sampai masa Islam. Prasasti tersebut terdapat pada mata uang, benda-benda porselin, gong perunggu dan batu-batu kubur yang biasanya terbuat dari batuan pualam. Bahan yang digunakan untuk menuliskan prasasti biasanya berupa batu atau lempengan logam, daun, dan kertas. Selain andesit, batu yang digunakan adalah batu kapur, pualam, dan basalt. Dalam arkeologi, prasasti batu disebut upala prasasti. Prasasti logam yang umumnya terbuat dari tembaga dan perunggu, biasa disebut tamra prasasti. Hanya sedikit sekali prasasti yang berbahan lembaran perak dan emas. Adapula yang disebutripta prasasti, yakni prasasti yang ditulis di atas lontar atau daun tal. Beberapa prasasti terbuat tanah liat atau tablet yang diisi dengan mantra-mantra agama Buddha.
Koleksi terakhir adalah Gamelan Banten. Gamelan berasal dari bahasa jawa. Nama gamelan menunjuk pada metode dari cara memainkan instrumennya, yaitu dengan cara memukulnya karena perangkat musiknya hampir seluruhnya masuk dalam kategori perkusi. Namun demikian perangkat gamelan juga dilengkapi dengan suling, kecapi, dan rebab. Gamelan menggunakan dua sistem pelarasan pelog dan slendro, yakni sistem lima nada dan telah mempunyai suasana musikal tersendiri, maka tidak dikategorikan ke dalam kategori pentatonik. Gamelan ini dinamakan Gamelan Sukarame, yang merupakan peninggalan Kesultanan Banten. Gamelan ini terdiri dari : 4 gong besar, 1 ketuk, 14 karang sumang atau bonang cara Bali, 14 bonang kromong, 2 gambang besar, 3 gambang kecil, 3 gambang gangsa, 8 saron, 5 penerus, 2 bende; 2 kempul, 5 cempres, 2 rak genta kecil yang digantung: 1 rebab, 1 kendang: dan 3 kendang kecil atau ketimpung.
            Kesulitan adalah pada saat menghimpun data, karena data yang terdapat di buku koleksi Museum Nasional tidak terlalu lengkap.

Brahma

Menhir

Prasasti

Gamelan Banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar