Minggu, 22 Mei 2011, saya berkunjung ke museum Satria Mandala. Museum ini terletak di Jl Jenderal Gatot Subroto. Hanya sekitar 15 menit perjalanan jika dari rumah saya di Tebet. Dengan karcis Rp. 3000 setiap orang bebas menikmati kemegahan & kehebatan dari museum ini. Museum yang diresmikan pada tahun 1972 oleh mantan Presiden Indonesia, Soeharto ini awalnya adalah rumah dari salah satu istri mantan Presiden Indonesia, Soekarno, yaitu istrinya yang bernama Ratna Sari Dewi Soekarno. Dalam museum ini dapat ditemui berbagai koleksi peralatan perang di Indonesia, dari masa lampau sampai modern seperti koleksi ranjau, rudal, torpedo, tank, meriam bahkan helikopter dan pesawat terbang (satu diantaranya adalah pesawat Cureng yang pernah diterbangkan oleh Marsekal Udara Agustinus Adi Sucipto).
Contoh koleksinya :
1) Meriam 25 PDR/88mm
Meriam ini berasal dari negara Inggris. Beratnya 1800 kg dan panjang larasnya 2350mm. Meriam ini mempunyai jarak tembak efektif hingga 12,25 km.
Pada tahun 1948, meriam ini digunakan untuk melawan tentara Belanda di Aceh Timur. 2 tahun kemudian, meriam ini juga berperan penting dalam meredam pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Selatan dan menerjang RMS di Maluku. Tahun 1957, meriam ini digunakan untuk melawan pemberontakan PRRI di Sumatera. Permesta juga telah merasakan dashyatnya terjangan peluru meriam ini pada tahun 1958. Meriam ini juga turun tangan dalam penumpasan pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat dalam Operasi Barata Yudha tahun 1962. Meriam ini akhirnya diabadikan di museum Satria Mandala pada tahun 1972.
2) Mobil Sedan Dodge-Dart 1
Sekilas, memang tak ada yang spesial dari mobil ini. Tampak luarnya hanya seperti mobil tua keluaran tahun 1962 pada umumnya. Tapi, jika diperhatikan baik-baik, mobil ini merupakan salah satu bukti sejarah penting yang menyimpan masa lalu yang kelam bagi pengendaranya.
Mobil produksi Amerika Serikat ini pernah dinaiki oleh Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Kolonel M. Jusuf ketika berunding mengenai pemulihan keamanan di Sulawesi Selatan dengan Andi Selle Matollo di Pinrang tanggal 3 April 1964.
Malangnya, selesai perundingan panglima yang semobil dengan Andi Selle tersebut malah dicegat dan ditembaki oleh para pengkhianat. Bekas tembakan ini dapat kita lihat di bagian kanan dan kiri pintu mobil ini.
3) Panser Rel
Menurut saya, panser ini merupakan salah satu kebanggaan anak bangsa. Panser ini asli buatan Indonesia, diproduksi dari bengkel induk angkatan darat Bandung. Panser ini mempunyai panjang 5,2 m; lebar 2,4 m; tinggi 2,85 m. Serta beratnya mencapai 7 ton. Panser ini dilengkapi dengan satu pucuk Senapan Mesin Ringan (SMR) yang dikendalikan oleh satu awak.
Dari tahun 1955-1962, panser ini digunakan untuk mengawal perjalanan kereta api Bandung-Banjar PP dari gangguan gerombolan DI/TII.
4)Pesawat B-25 J Mitchel
Keunikan dari museum Satria Mandala tentu koleksi replika pesawatnya. Beberapa ada juga yang masih asli. Salah satunya yaitu pesawat B-25 J Mitchel ini.
Pesawat pembom tempur hasil produksi Douglas Aircraft Coorporation ini disumbangkan oleh TNI AU pada tahun 1966. Pada tahun ini pula pesawat ini melakukan jasanya yang terakhir dalam menghadapi Operasi Dwikora. Setahun sebelumnya pesawat ini juga membantu dalam Operasi Trikora.
Pada tahun 1965, pesawat ini pernah digunakan dalam rangka penumpasan pemberontak DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan.Selain itu, pada tahun yang sama, pesawat ini juga mengikuti operasi penumpasan PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi Selatan.
5) PZL-104-Gelatik C6
Pesawat Gelatik ini adalah salah satu lagi karya bangsa yang terlupakan. Pesawat ini diproduksi tahun 1966 buatan Nurtanio TNI-AU. Pesawat ini merupakan pesawat serba guna versi pertanian. Dari tahun 1971-1978, pesawat ini pernah digunakan oleh Satuan Udaara Pertanian dalam memberantas hama dan melakukan penghijauan di wilayah Jawa, Sumatera dan Maluku. Pesawat ini digunakan pula untuk menyemprot kota Semarang dan Mapado utk membasmi demam berdarah.
6) Peluru Kendali (Rudal) SA-75
Rudal SA-75 ini merupakan salah satu produk keluaran Rusia, yang memiliki fungsi penting dalam sejarah pertahanan dan keamanan Indonesia. Panjang rudal ini mencapai 10,58 meter dengan beratnya berkisar 15,35 ton.
Rudal ini dapat digunakan di segala cuaca dan semua sasaran udara termasuk peluru kendali. Dalam keadaan tertentu bahkan dapat dipergunakan terhadap sasaran di darat dan di laut.
Rudal SA-75 pernah dipersiapkan untuk menghadapi Operasi Dwikora & Trikora dari tahun 1962-1966. Selanjutnya dari tahun 1966-1983, pesawat ini sering dipakai dalam uji coba berkala dalam rangka mengasah keterampilan pertahanan Indonesia terhadap serangan udara.Tahun 1983, rudal ini diabadikan.
Selain itu museum ini juga menyimpan berbagai berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan TNI seperti aneka senjata berat maupun ringan, atribut ketentaraan, panji-panji dan lambang-lambang di lingkungan TNI. Selain itu di museum ini dipamerkan juga tandu yang dipergunakan untuk mengusung Panglima Besar Jenderal Sudirman saat beliau bergerilya dalam keadaan sakit melawan pendudukan kembali Belanda pada era 1940-an.
Contoh koleksi lainnnya :
7) Kaca Jendela Gedung Bank Internatio
Kaca ini merupakan salah satu bagian dari Gedung Bank Internatio yang berlokasi di Jembatan Merah, Surabaya. Dimana pada 30 Oktober 1945 terjadi insiden besar antara pihak Indonesia dengan tentara Inggris. Peristiwa ini ditandai oleh tewasnya Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby karena terbunuh.
Mengingat pentingnya nilai sejarah kaca ini, pada 28 November 1987 kaca ini resmi diabadikan di museum Satria Mandala. Sumbangan dari Sofyan Lubis, inspektur umum pada inspektorat Pertamina.
8) Tandu Jenderal Sudirman
Tandu ini merupakan tandu yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda di Indonesia. Tandu ini menjadi bukti penting yang membenarkan bahwa Jenderal Sudirman sedang sakit ketika beliau memimpin gerilya ini.
9) Saklar Bambu dan Bom Zaman Dahulu
Dari sekian banyak senjata ringan dan berat, ini yang paling menarik perhatian saya. Bom jenis peledak jarak jauh ini masih menggunakan saklar bambu yang menggunakan accu atau batu baterai. Saklar Bambu dan bom ini digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan dari tahun 1948-1949. Senjata ini tenggelam dengan sendirinya seiring dengan munculnya senjata-senjata laini yang lebih canggih.
10) Hispano Suiza
Senjata antik Hispano Suiza ini memiliki 3 buah laras siap tembak yang masing-masing mempunyai jarak efektif hingga 1,2 km. Senjata kaliber 20mm ini merupakan produk keluaran Swedia. Senjata ini mampu menampung peluru hingga 80 butir dengan kecepatan pelurunya dapat mencapai 880 meter/detik. Senjata ini dipergunakan dalam rangka perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
11) Meriam 40mm/Gempur ''Banteng Blorok''
Meriam gempur ini merupakan salah satu kebanggaan dari museum TNI Satria Mandala ini. Mungkin bisa dibilang awal pendirian museum ini juga untuk menampung meriam ini.
Meriam ini berasal dari Boffors, Swedia. Memiliki kaliber 40mm, dengan berat 1000 kg, panjang 4000mm dan lebar 1250mm.Senjata ini sempat dirombak oleh-oleh teknisi handal Indonesia pada saat itu. Dialihkan fungsinya dari meriam penangkis serangan udaramenjadi meriam 40mm/Gempur lengkap dengan 2 buah roda. Meriam Banteng Blorok ini memiliki jarak tembak mulai dari 5200-9725 yards. Memiliki tipe tembakan tunggal dan otomatis dengan kecepatan tembakan mencapai 120 butir/menit. Dan kecepatan peluru hingga 2870 feet/sec. Tipe pelurunya 2 rangkum A'4 butir. Nama Banteng Blorok mengambil dasar makna bahwa meriam ini dibuat di Kedung Banteng, dan bercat samaran belang-belang/blorok.
Sejarah meriam ini jauh lebih kompleks dan tua, jika dibandingkan dengan meriam yang pada awal post ini telah saya perlihatkan.Tahun 1940-1942, meriam ini digunakan KNIL-Tentara Kerajaan Hindia Belanda untuk melawan Nippon. Akan tetapi, pada tahun 1942-1945, meriam ini malah jatuh ke tangan Nippon dan digunakannya untuk melawan sekutu. Tahun 1945, meriam ini direbut Indonesia dari Nippon. Selanjutnya, meriam Banteng Blorok ini dipergunakan untuk melawan Belanda dan sekutu dalam aksi militer 1. Pada tanggal 18 September 1948, meriam ini menjadi senjata ampuh dalam menumpas PKI/Musso/FDR di daerah Madiun dan sekitarnya.Pada tanggal 19 Desember 1948 (Agresi Militer 2), meriam Banteng Blorok ini membantu perlawanan Indonesia terhadap Belanda dalam Agresi Militer 2 di Jombang, Tulungagung, Jembatan Ngujang. Perjuangan terakhir meriam ini bersama Indonesia diperlihatkan pada tanggal 29 Desember 1948, dalam rangka perang gerilya Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman melawan Belanda. Perlawanan sengit ini berlangsung di daerah Tulungagung dan sekitarnya.
Pada tahun 3 Agustus 1949, meriam ini dikonsolidasikan bersama senjata-senjata lainnya yang tersisa setelah perang gerilya. Pada tahun 1951, meriam Banteng Blorok dipindahkan ke Jl Kesatrian, Malang.Tahun1953, meriam ini menghiasi pusat pendidikan artileri di Cimahi. Tahun 1954, meriam ini diletakkan di pintu gerbang Yon Armed 5-76, Cipanas sebagai hiasan kebanggaan.Tahun 1974, meriam ini ditarik ke pusat Armed TNI Cimahi.Dan menyadari tingginya nilai sejarah dari meriam ini, maka pada tanggal 28 Februari 1975, meriam Banteng Blorok resmi diabadikan di Wisma Juang '45.
Masih dalam kompleks Museum TNI Satriamandala ini terdapat juga Museum Waspada Purbawisesa yang menampilkan diorama ketika TNI bersama-sama dengan rakyat menumpas gerombolan separatis DI/TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan pada era tahun 1960-an. Fasilitas lainnya yang ada di Museum TNI Satriamandala ini antara lain adalah Taman Bacaan Anak, Kios Cinderamata, Kantin serta Gedung Serbaguna yang berkapasitas 600 kursi.
thx guys...
BalasHapus