Selasa, 24 Mei 2011

Saya dan Tokoh Aceh


Sumber sejarah saya adalah seseorang yang bernama Tadjudin Amin. Beliau lahir di Banda Aceh pada tanggal 10 Februari 1932. beliau memiliki 4 anak dan satu istri. Istri beliau telah berpulang sejak tahun 1992. Beliau tinggal di sekitaran wilayah karawaci tanggerang. Jadi beliau adalah om dari ayah saya, maka itu secara silsilah beliau adalah kakek jauh saya.

Beliau adalah seorang wartawan lepas dari harian “Bijaksana” yang berkandtor di aceh. Beliau adalah salah satu org yang bangga akan ke-indonesiaannya, Jadi ketika ada orang yang membangga-banggakan akan ke-daerahannya dia akan sangat marah kepada orang tersebut. Beliau sangat mencintai Indonesia seutuhnya sebagai Negara kesatuan dan memiliki berbagai macam suku ras dan agama. Beliau adalah salah satu org yang sangat mencinai bapak proklamator kita, IR Soekarno. Sampai-sampai terpajang foto bung karno di dinding rumahya yang terbilang cukup sempit itu. Beliau memiliki pendapat bahwa Indonesia ada karena soekarno dan dia adalah orang yang sangat mengindonesiakan Indonesia. Beliau sangat mensanjung-sanjungkan soekarno sebagai bapak proklamator, sekaligus bapak revolusi bahkan bapak bangsa Indonesia.

Beliau di masa mudanya adalah seorang pemuda yang tergerak pada untuk berjuang demi wilayahnya yaitu banda aceh. Beliau sangatlah cinta bagsa sehingga masuk ke dalam organisasi pemuda yang bernama “Laskar Pemuda”. Organisasi ini bergerak dalam bidang pertahanan wilayah aceh pada zamannya, lascar pemuda ini bertuas untuk mengamankan wilayah pantai Ulee Lhee dari kepungan tentara belanda. Tentara belanda hanya berhasil menduduki wilayah pulau weh yang berada di utaa pulau sumatera. Pulau Weh termasuk dalam wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sejak dulu. Tetapi karena pulau itu berukuran kecil sehingga tentara belanda dapat dengan mudah ke pulau Weh. Setelah selesai bertugas pada tahun 1950 didalam organisasi “Laskar Pemuda” beliau kembali mengikuti pendidikan formal. Selain itu organisasi tersebut mendirikan sekolah “pejuang” di kota Banda Aceh. Sekolah tersebut setingkat SMA masakini. Beliau juga salah satu pendiri organsasi “Pemuda Demokrat” yang berafiliasi dengan Partai PNI. Partai PNI adalah partai yang didirikan oleh Soekarno yang memiliki aliran Marheinisme. Pada tahun !973, PNI digabungkan menjadi satu partai bernama PDI bersama empat partai lain oleh presiden soeharto untuk menghapuskan segala sesuatu yang berbau soekarno. Kakek saya tidak mau untuk bergabung bersama partai PDi karena menurut dia partai tersebut tidak menganut asas marheinisme karena sudah tercampur aduk dengan asas-asas yang lain sehingga tidak murni lagi.

Kemudian beliau bercerita tentang pasukan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang sesungguhnya sangat membuat warga aceh tidak tentram. Mereka mengobok-ngobok kehidupan warga aceh, dari yang merampok uang rakyat, sampai sampai orang-orang GAM ini menjadi bandit di wilayah sendiri. Sesunguhnya banyak orang yang tidak suka dengan GAM namun karena mereka memiliki kekuatan sehingga warga normal merasa tertekan atau merasa takut sehingga mereka terliaht diam saja. Padahal di dalam hati mereka sesungguhnya mereka tidak suka. Menurut beliau salah sau factor terbentuknya GAM akibat masalah kilang gas di Lhoksumawe. Hasan Tiro meminta bagian dalam  keuntugannya. Tapi pemerintah tidak mengabulkan permintaan dia sehingga Hasan Tiro membangun organisasi pergerakan pembebasan Aceh yang dinamakan GAM.

Cerita tentang PNI berlanjut ketika tahun 1955 beliau bekerja di surat kabar milik partai PNI yang bernama “BIJAKSANA”, beliau juga sebagai sekda PNI Aceh. Dulu ada saatnya ketika orang-orang PNI di kejar-kejar oleh TNI untuk membubarkan diri dari PNI karena soeharto tidak suka dengan PNI. Beliau lari dari kejaran pemerintah sehingga pindah ke Jakarta untuk mengamankan diri. Kepindahannya ke Jakartapun tidak mudah. Beliau harus mendapatkan surat jalan untuk memastikan bahwa keselamatannya terjamin.  

Ketika saya singgung dengan pertanyaan “ Mengapa kakek ga ikut masuk tentara aja?”, dia bilang “Menjadi warga Negara yang baik aja udah cukup untuk memperjuangkan Indonesia”.

Dengan mewawancarai kakek saya ini saya jadi mendapatkan pelajaran bahwa persatuan Indonesia sangat penting, jangan menganggap Indonesia sebagai suku-suku tapi sebagai bangsa yang besar. Kemudian kita jangan sekali-sekali melupakan sejarah bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar