Narasumber bernama lengkap Somawiria. Beliau lahir di Bandung pada tanggal 10 Juli 1925. Beliau sampai saat ini masih bermukim di kota Bandung, yang berarti beliau sudah bermukim selama lebih kurangnya 85 tahun di kota tersebut. Beliau merupakan anak ke 4 dari 11 bersaudara. Beliau dikaruniai 6 orang anak, dimana salah satunya merupakan ayah kandung dari saya atau merupakan kakek saya sendiri. Istri beliau sendiri, atau nenek saya sudah berpulang ke hadirat Tuhan pada tahun 2006. Semasa muda, sekitar sebelum Indonesia menjadi sebuah Negara yang merdeka, beliau bekerja di GEBEO. GEBEO merupakan perusahaan listrik pada jaman hindia belanda yang melingkupi daerah Jawa Barat. GEBEO atau biasa juga disebut NV GEBEO (Gemeenschappelijk Electriciteits Bedrijf Bandoeng en Omstreken) pada dasarnya adalah perusahaan listrik pada zaman belanda, yang pada akhirnya setelah merdeka dinasionalisasikan dan kepemilikannya menjadi kepemilikan pemerintah yang pada saat ini biasa kita kenal dengan nama PLN atau Perusahaan Listrik Negara. Beliau bekerja di perusahaan tersebut dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu dimulai dari (kurang lebih) tahun 1948 sampai dengan tahun 1981 ketika beliau akhirnya memutuskan untuk pensiun. Selama bekerja di NV GEBEO, beliau bekerja dengan kedudukan sebagai controller. Pada waktu itu, beliau adalah orang Indonesia pertama yang dipercayai untuk menjadi controller yang sebelumnya selalu dipegang oleh orang Belanda. Oleh karena itu beliau mempunyai banyak kerabat yang berkebangsaan Belanda, yang bahkan masih sering pulang untuk berkunjung ke rumah beliau secara pribadi. Beliau saat ini adalah satu – satunya yang tersisa dari orang Indonesia yang bekerja di NV GEBEO pada generasinya. Selama wawancara beliau memang tidak begitu banyak menceritakan hal – hal yang berhubungan dengan pribadi beliau. Tetapi hingga saat ini beliau masih cukup ingat akan hal – hal yang terjadi pada zaman penjajahan, khususnya jaman penjajahan Belanda. Sampai sekarang beliau sendiri masih bisa berbicara berbahasa belanda walaupun tidak selancar bahasa ibunya yaitu bahasa Indonesia. Beliau juga bercerita bahwa ia pernah sekolah di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) atau yang saat ini sejajar dengan pendidikan dasar, selain itu beliau juga sempat bercerita tentang MULO atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs. Beliau bercerita banyak tentang hal – hal yang diingat oleh beliau tentang apa saja yang terjadi selama beliau mengemban pendidikan di HIS ini, walaupun rata – rata yang beliau ingat dalam bahasa belanda karena HIS menggunakan bahasa belanda sebagai bahasa pengantar. Bahkan beliau masih bisa melafalkan hukum Archimedes dalam bahasa belanda dengan fasih dan lancar. Meskipun selalu bermukim di kota Bandung untuk 85 tahun, beliau sempat berpindah – pindah daerah. Sebelum menikah dan tinggal sendiri, beliau tinggal bersama orangtua beliau di daerah Dayeuhkolot. Setelah menikah, beliau pindah untuk tinggal bersama istri dan anak – anak beliau di daerah Taman Siswa yang dikenal dengan yayasan pendidikannya yang sudah didirikan sejak jaman hindia belanda. Beliau cukup lama tinggal di daerah taman siswa, hal ini saya ketahui karena ayah saya juga sempat tinggal disitu, bersama kakek saya tentunya, ketika ayah saya masih kecil, kurang lebih dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2000-an. Setelah itu beliau pindah rumah ke daerah Turangga. Beliau sendiri adalah orang yang cukup menyukai music. Beliau menyimpan alat musik tradisional daerah, salah satunya yang saya lihat adalah suling sunda. Beliau mempunyai beberapa suling sunda yang dibuat dari bamboo yang selalu beliau gantungkan di dinding ruang tamu di rumah beliau, yang selalu menjadi ciri khas beliau, karena tiap kali saya berkunjung akan selalu ada suling – suling tersebut di dinding rumah beliau.
Beliau adalah salah satu saksi sejarah dari kejadian bandung lautan api. Seperti yang disebutkan sebelumnya narasumber memang selalu tinggal di kota Bandung selama sekian lama, dan kejadian bandung lautan api ini mengambil tempat tepat di kota bandung, dan tepat pula di daerah kakek saya bermukim bersama keluarga. Bandung lautan api sendiri mengambil latar belakang waktu tidak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya secara luas. Bandung lautan api terjadi pada tanggal 24 maret 1946. Pada saat itu pihak penjajah, yaitu tentara sekutu dan NICA melakukan penyerangan kembali terhadap Indonesia yang padahal baru saja mengumumkan kemerdekaannya beberapa bulan sebelumnya. Pada saat itu, para tentara sekutu dan NICA mengultimatum kepada segenap rakyat Indonesia yang bermukim di Bandung, dan menyatakan bahwa bagian dari kota Bandung tepatnya adalah bagian Bandung Utara akan dimanfaatkan oleh NICA dan tentara sekutu, sedangkan Bandung selatan tetap menjadi milik rakyat Indonesia.
Sedangkan ultimatum yang diberikan oleh tentara sekutu dan NICA tersebut tidak membuat rakyat Indonesia takut dan gentar akan ancamannya. Justru hal ini memicu perlawanan dan pemberontakan terhadap tentara sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia yang pada saat itu diberi ultimatum untuk segera meninggalkan Bandung Utara tidak terima dan tidak rela jika tempat tinggal yang sudah mereka tempati sejak lama itu akan digunakan untuk kepentingan para penjajah, yaitu tentara sekutu dan NICA. Agar rumah – rumah serta berbagai perabotan yang ada di rumah penduduk tidak digunakan oleh para penjajah, rakyat Indonesia yang berada di Bandung Utara dengan sengaja membakar rumah mereka agar rumah ataupun perabotan yang ada tidak bisa digunakan lagi oleh penjajah, pada saat itu, tepatnya pada malam yang sama, para warga yang tinggal di bandung utara berbondong – bondong melakukan evakuasi ke bandung selatan. Perlu diketahui, pada saat itu hal yang dijadikan pembatas antara bandung selatan dan bandung utara adalah sebuah sungai, yaitu sungai cikapudung. Tentunya, akibat dari pembakaran daerah bandung utara secara besar – besaran tersebut, asap hitam dan tebal memenuhi langit. Tetapi pada saat itu juga para penjajah melakukan perlawanan yang sama besar dan sengitnya. Pertempuran antara para penjajah dan pejuang ini berlangsung secara besar – besaran di daerah pinggiran bandung utara. Pertempuran paling sengit terjadi di pinggiran bandung utara pada zaman itu (pada saat ini merupakan bandung selatan) yaitu di daerah dayeuhkolot. Dayeuhkolot sendiri adalah tempat persis dimana, beliau, bapak Somawiria dengan orang tua dan saudara – saudaranya bermukim. Selain disana adalah tempat dimana bapak Somawiria bermukim, di Dayeuhkolot itu sendiri terdapat gudang amunisi atau gudang mesiu yang cukup besar yang tentunya akan sangat berguna dan sangat menguntungkan bagi para pihak penjajah jika bisa jatuh ke tangan para penjajah. Agar gudang mesiu ini tidak digunakan, seorang pejuang dan beberapa rekannya, salah satunya adalah Muhammad Toha, melakukan misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut, dengan cara diledakkan. Beliau bercerita bahwa, para pejuang yang ikut dalam misi penghancuran gudang amunisi tersebut dengan sangat berani masuk ke dalam gudang tersebut dan meledakkan gudang amunisi tersebut, yang tentunya menyebabkan ledakan yang amat sangat besar dan gugur dalam misi tersebut.
Pada saat itu, bapak somawiria sudah menyelamatkan diri bersama orang tua dan saudara – saudaranya, dengan hanya berbekal perabotan seadanya yang sekiranya bisa digunakan dan selebihnya ditinggalkan di rumah begitu saja. Rumah beliau memang saat itu tidak turut dibakar dalam pembumihangusan bandung utara. Tetapi, dikarenakan misi peledakan gudang amunisi dan juga aksi heroic dari Muhammad toha dan kawan – kawan yang menyebabkan ledakan yang sangat besar, rumah beliau ikut hancur seketika karena berlokasi sangat dekat dari tempat peledakan tersebut bahkan terletak di satu desa. Ketika saya bertanya tentang keadaan rumah beliau sesudah peledakan itu, beliau sempat bercerita bahwa bahkan rumah yang dulu beliau tempati, rumah dayeuhkolot itu, sudah rata dengan tanah. Beliau dan keluarga yang sudah berpindah dari bandung utara dan bandung selatan ternyata memutuskan untuk tidak berdiam di bandung selatan. Beliau dan keluarga akhirnya melanjutkan perjalanan, dengan berjalan kaki, menuju cicalengka di daerah jawa barat. Pada saat itu beliau sebagai anak ke 4 harus membantu orang tua beliau dalam mengurus adik – adiknya yang masih sangat kecil bahkan ada yang masih balita ketika itu. Perjalanan ke Cicalengka tersebut murni dilalui oleh beliau dan keluarga dengan berjalan kaki. Sesampai di Cicalengka, beliau dan keluarga pun juga tidak memutuskan untuk menetap disitu secara permanen, sehingga akhirnya mereka meneruskan perjalanan menuju Tasikmalaya dengan berjalan kaki. Pada perjalanan menuju Tasikmalaya ini, beliau bercerita, terkadang beliau menumpang pada kereta yang lewat di perjalanan menuju ke tempat selanjutnya. Destinasi dari perjalanan panjang yang dilalui oleh beliau dan keluarga ternyata berakhir di kota Bandung kembali. Pada saat beliau kembali ke Bandung inilah beliau mulai bekerja di NV GEBEO. Kejadian bandung lautan api pada saat itu cukup berbekas di benak beliau. Karena beliau masih ingat bagaimana rumah tempat beliau tumbuh kini sudah rata dengan tanah, bagaimana rasanya hanya bisa membawa barang – barang yang bisa digunakan untuk menyambung hidup. Berbagai berkas dan foto yang ada pada saat – saat itu ikut hangus terbakar seiring dengan peledakan gudang amunisi yang berada di dayeuh kolot.
Saat bekerja di NV GEBEO
Saya, Kakak2 beserta Kakek |
Untuk bisa bertemu dengan beliau, pada dasarnya memang tidak begitu mudah. Beliau bermukim di Bandung, sedangkan saya berada di Jakarta dan saya memang tidak begitu sering ke Bandung dibandingkan beberapa tahun belakangan. Namun akhirnya saya menyempatkan diri ke Bandung untuk bertemu dengan beliau dan bertanya kepada beliau secara langsung. Ketika wawancara saya ditemani oleh ayah saya sehingga saya sangat terbantu untuk mengerti, karena pada saat ini kakek saya menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa sehari – hari beliau.
mas, salam kenal, saya Reza dari Tv One, jika berkenan, boleh saya meminta alamat narasumber yang menjadi saaksi hidup bandung lautan api...
BalasHapusbisa kirim email ke : reza.united7@yahoo.com
sebelumnya terima kasih banyak..