Hari Sabtu tanggal 21 Mei 2011, saya dan beberapa teman mengunjungi salah satu museum paling terkenal yang ada di Jakarta, yaitu Museum Nasional atau dikenal dengan Museum Gajah. Museum ini terletak di dekat monument nasional dan juga terdapat halte transjakarta di seberangnya, sehingga sangat mudah untuk mengunjungi museum ini. Mengapa dinamakan Museum Gajah? Hal ini dikarenakan di halaman depan museum, terdapat patung gajah kecil yang dihadiahkan oleh Raja Thailand. Museum Nasional hingga saat ini memiliki koleksi yang berjumlah 141.899 benda, terdiri atas 7 jenis koleksi yaitu prasejarah, arkeologi, keramik, numismtik-heraldik, sejarah, etnografi dan geografi.
Ruangan pertama di Museum Nasional adalah ruang pahatan batu. Sesuai namanya, terdapat berbagai macam patung- patung batu. Dari patung Ganesha sampai yang terbesar patung Bhairava. Dibelakang ruangan ini, terdapat sebuah taman yang tetap dikelilingi patung- patung batu. Di seberangnya, terdapat koleksi- koleksi benda prasejarah. Benda prasejarah yang dipamerkan. Salah satu koleksinya adalah Sarkofagus. Sarkofagus adalah kubur batu yang pada umumnya terdiri dari wadah dan tutup yang bentuk dan ukurannya sama. Kubur batu ini merupakan salah satu bentuk dari bangunan masa Megalitik. Fungsinya sebagai wadah seseorang yang meninggal (mayat) pada waktu dikuburkan. Penggunaan sarkofagus hanya diperuntukan bagi orang- orang yang memiliki status sosial tinggi dalam masyarakat atau seseorang yang dituakan atau dihormati. Hasil penelitian arkeologi pada situs- situs penguburan di beberapa tempat dijumpai ada sarkofagus tanpat tutup dan ada juga sarkofagus dengan tutup. Biasanya pada sarkofagus yang menggunakan tutup sering dijumpai motif hias muka manusia (kedok). Motif kedok ini dipercaya mengandung nilai magis yaitu sebagai penolak bala, contohnya adalah penemuan sarkofagus di beberapa situs penguburan di daerah Bali.
Didekat koleksi prasejarah, terdapat ruangan sangat panjang dan luas yang berisi tentang peninggalan budaya Indonesia. Ada alat- alat debus, gamelan dari berbagai daerah, dan berbagai jenis wayang. Salah satunya adalah wayang golek. Wayang golek adalah boneka kayu tiga dimensi, dengan tangannya yang dapat digerakan dan kepala yang dapat diputar. Menurut serat Centhini (awal abad ke-19) dan Serat Sastramiruda (awal abad ke-20). Wayang golek Jawa muncul pada tahun 1584 Masehi. Sedangkan wayang golek purwa Sunda baru mulai dikenal pada awal abad ke-19 masehi. Di Jawa Barat, pertunjukan wayang goleh lebih populer dibandingkan wayang kulit. Pementasa wayang golek biasanya mengambil cerita dari epik India, yakni kisah Ramayan dan Mahabrata (wayang golek purwa), juga kisah Panji serta kisah sejarah tradisis Pajajaran (wayang golek Babad). Wayang golek umumnya dipertunjukan pada saat upacara daur hidup juga pada hari besar nasional. Pertunjukan dimainkan oleh seorang dalan yang menampilkan dialog diiringi oleh gamelan dan sinden. Dalam pementasa wayang golek dikenal bermacam- macam gaya, seperti gaya Bandung, gaya Bogor, gaya Sukabumi, gaya Karawang, gaya Garut, dan gaya Purwakarta, dengan bentuk wayang serta cara pertunjukan yang berbeda- beda, terutama pada gending atau lagu pengiring. Pementasa wayang golek kiti telah mengalami perkembangan dimana boneka wayang dapat melakukan atraksi spektakuler dan seolah- olah hidup. Terdapat berbagai jenis wayang golek, diantaranya adalah:
- Yudhistira
Anak pertama Dewi Kunti dan Pandu Dewanata ini dikenal sebagai sosok berbudi luhur, bijaksana, baik hati, dan lemab lembut dalam bersikap. Tokoh ini dikenal sebagai manusia yang mempunyai darah putih. Perumpamaan tersebut untuk menggambarkan betapa suci hati Prabu Yudhistira yang juga mempunya sebutan Dharmakusuma.
- Bima
Putra kedua Dewi Kunti dan Pandu Dewanata. Dikenal sebagai sosok yang gagah berukuran bada sangat besar dan mempunyai kuku ibujari yang terkenal dengan nama kuku “Pancanaka”. Werkudara adalah nama lain dari Bima setelah menikah dengan Dewi Arimbi. Dari perkawinannya tersebut lahirlah Gatotkaca dan Antareja.
- Arjuna
Arjuna adalah putra ketiga Dewi Kunti dan Pandu Dewanata. Dalam epic Mahabrata, menurut versi India, Arjuna adalah putra Bhatara Indra, sedangnka versi Jawa menyebutkan bahwa roh Bhatara Wisnu menjelma dalam diri Arjuna. Arjuna adalah seorang yang sakti mandraguna. Berilmu tinggi juga cekatan dalam hal keprajuritan dan senjata, khususnya menggunakan panah. Arjuna merupakan tokoh ksatria tanpa tanding sehingga tak heran bila ia dikenal sebagai tokoh wayang purwa yang paling populer.
- Nakula
Putra dewi Madrim dan Pandu Dewanata. Saudara kembarnya bernama Sadewa. Wataknya jujur, setia, taat, berbelas kasih, tahu membalas budi, dan dapat menyimpan rahasia. Ia pandai mempergunakan panah dan lembing.
- Sadewa
Putra dewi Madrim dan Pandu Dewanata sekaligus saudara kembar Nakuta. Arti kata Sadewa adalah sama (tunggal) dewa. Ia adalah seorang mistikus.
- Abimanyu
Putra Arjuna dengan Dewi Subadra. Dalam cerita Mahabharata. Abimanyu mati hancur dalam perang Bharatayuda akibat sumpahnya sendiri dan kutukan dewi Utari, istrinya yang kedua. Tokoh ini memiliki kepandaian seperti ayahnya, yaitu mahir dalam mempergunakan senjata panah yang sangat ampuh bernama “mustikajamus”
- Aswatama
Putra tunggal Brahmana dengan Dewi Kropi atau bidadari Wirutamawati yang saat itu menjelma menjadi kuda betina. Dalam pewayangan, Aswatama digambarkan sebagai manusia berkaki kuda karena ibunya seekor kuda jelmaan seorang bidadari yang turun dari kahyangan.
- Lasmana
Putra Duryudana dengan Dewi Banowati, merupaka putra mahkota kerjaan Astina, ia Merupakan saingan utama dari Abimanyu, putra Arjuna
- Gatotkaca
Gatotkaca adalah putra Bima (werkudara) dengan dewi Arimbi, putrid kerjaan Pringgandani. Ia sangat sakti sehingga digambarkan sebagai ksatria yang mempunyai “otot kawat tulang besi, sumsum gegal, kulit tembaga, jari- jari gunting” dan sebagainya. Ia juga padai terbang tanpa sayap diatas awan.
Diseberang ruangan yang berisi koleksi- koleksi budaya nusantara, terdapat ruangan- ruangan lain seperti koleksi keramik dan kain. Salah satu kain yang dipajang adalah kain songket. Songket adalah adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.
Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai. Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu. Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. Beberapa kain songket tradisional Sumatra memiliki pola yang mengandung makna tertentu.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan setempat. Motif ini seringkali juga dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran raja.
Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya Melayu, dan menurut sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang Arab dan India. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam, yang kemudian berkembang ke selatan di Pattani dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya.
Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Sumatera. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung.
Dokumentasi mengenai asal-usul songket masih tidak jelas, kemungkinan tenun songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal; benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas murni asli.
Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1849.
Untuk yang sudah cukup lama tidak berkunjung ke museum nasional, sekarang telah dibuka gedung baru. Gedung baru ini jauh lebih modern dibanding “kakak” nya. Menurut pendapat saya, seluruh museum harus dijadikan sebaik ini agar orang Indonesia semakin semangat untuk mengetahui sejarahnya sendiri
Catatan suka dan duka: kunjungan ke museum nasional kemarin adalah kali kedua saya ke tempat ini. terakhir, saya berkunjung sekitar 5 tahun yang lalu. saat itu, belum ada gedung baru seperti sekarang. museum nasional tidak berubah banyak selama 5 tahun, atau mungkin saya yang sudah lupa bagaimana rupanya 5 tahun silam. namun gedung barunya sangat menarik perhatian saya. semoga setiap museum di jakarta dapat memiliki teknologi atau dekorasi yang lebih modern. agar warga jakarta suka berkunjung ke museum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar